Jumat, 05 Maret 2021

Akad Roful Yad Anil Ikhtishos‎

Dalam praktek muamalah sehari-hari terkadang ada beberapa barang yang memang dibutuhkan akan tetapi secara hukum fiqh dia tidak sah untuk diperjualbelikan. Semisal karena barang itu adalah najis, tidak bermanfaat secara tabiat atau syariat. Semisal anjing untuk penjaga. Dalam fiqh Syafi'i terlarang memperjualbelikan anjing, sebagaimana dalam hadits marfu' yang shahih :

أن رسول الله صلى الله عليه و سلم نهى عن ثمن الكلب
" Bahwa Nabi shallallahu alaihi wa sallam melarang dari harga (jual beli) anjing..." 
[ HR. Muslim ]

Akan tetapi kita tahu bahwa diperbolehkan memelihara anjing jika anjing tersebut digunakan untuk berburu, menjaga ternak, atau ladang. Dan ini disebut dengan anjing mu'allam (anjing yang sudah diajari). Allah Ta'ala berfirman :

يَسْأَلُونَكَ مَاذَا أُحِلَّ لَهُمْ قُلْ أُحِلَّ لَكُمُ الطَّيِّبَاتُ وَمَا عَلَّمْتُمْ مِنَ الْجَوَارِحِ مُكَلِّبِينَ تُعَلِّمُونَهُنَّ مِمَّا عَلَّمَكُمُ اللَّهُ فَكُلُوا مِمَّا أَمْسَكْنَ عَلَيْكُمْ وَاذْكُرُوا اسْمَ اللَّهِ عَلَيْهِ وَاتَّقُوا اللَّهَ إِنَّ اللَّهَ سَرِيعُ الْحِسَابِ
" Dan mereka bertanya padamu apa saja yang halal bagi mereka. Katakanlah bahwa halal bagi kalian makanan yang baik dan apa saja yang kalian ajari dari anjing-anjing kalian dari apa yang Allah ajarkan kepada kalian. Maka makanlah dari buruan mereka untuk kalian dan sebutlah nama Allah atasnya. Dan bertaqwalah kepada Allah sungguh Allah Maha Cepat hitungan-Nya." 
[ QS Al-Maidah : 4 ]

Tentunya jika diperbolehkan untuk memakai anjing buruan yang diajari, maka orang akan butuh kepada anjing yang sudah diajari. Dan orang yang berhasil mengajari anjingnya untuk berburu secara tabiat tidak akan menyerahkan anjingnya yang terlatih begitu saja, tapi tentu dia akan menjualnya dengan harga yang pantas. Demikian pula halnya seperti pupuk dari kotoran hewan. Manusia membutuhkannya untuk tanaman, maka si pemilik kotoran yang sudah dia olah menjadi pupuk tidak akan menyerahkan secara cuma-cuma. Dia akan meminta ganti dengan harga yang pantas. Dan kita tahu, akad jual beli untuk barang-barang semacam ini adalah tidak sah secara syar'i. Lantas bagaimana solusinya ?

Maka solusi yang ditawarkan dalam madzhab Syafi'i adalah dengan menggunakan akad rof'ul yad 'anil ikhtishos ( رفع اليد عن الاختصاص ) atau bisa kita terjemahkan dengan melepas hak kuasa atas barang. Yaitu dengan tanpa menggunakan ucapan saya jual dan saya membelil, atau yang mengarah ke arah dua lafadz itu. Para fuqoha menyebutkan akad dalam transaksi ini dengan mengatakan misalnya ;
رفعت يدي لك عن هذا بألف
" Saya lepaskan hak saya pada barang ini kepadamu dengan harga sekian."

Atau bisa dengan lafadz yang semisal seperti : "gantilah barang ini dengan harga sekian." Dan juga lafadz yang lainnya. Dan perbedaan mendasar antara akad rof'ul yad 'anil ikhtishos dengan jual beli adalah pada lafadz yang dipakai.

Berkata Asy-Syarwani (w.1301 H) dalam hasyiah Tuhfatul Muhtaj :

وَالنَّجِسُ مَأْخُوذٌ بِحُكْمِ نَقْلِ الْيَدِ عَنْ الِاخْتِصَاصِ فَهُوَ غَيْرُ مَبِيعٍ، وَإِنْ قَابَلَهُ جَزْءٌ مِنْ الثَّمَنِ. اهـ.
" Dan najis dimiliki dengan hukum pindah tangan dari barang dan itu bukanlah transaksi jual beli, meski ada harga yang harus dibayar."
[ Tuhfatul Muhtaj wa Hasyiyah Asy-Syarwani wa Al-'Abbādi (4/236) ]

Berkata syaikhuna Abu Hamzah Mushthofā Asy-Syafi'iy dalam kitab beliau :

و اعلم أن النجس ليس بمال فلا يدخل تحت ملك الشخص أصلا و يسمى اختصاصا كالكلب و الخمر و السرجين و الماء المتنجس لكن يجوز رفع اليد عن الاختصاص بالمال كأن تقول : ارفع يدك لي عن هذا الكلب بألف درهم مثلا
" Dan ketahuilah bahwa najis bukanlah harta (secara syar'i) maka tidak dimiliki seseorang dan ini dinamakan ikhtishōs; seperti anjing, khomr, pupuk kotoran hewan, dan air yang bercampur najis. Akan tetapi boleh mengangkat tangan (hak kuasa) dari ikhtishōs tersebut dengan membayar. Seperti engkau mengatakan : " Lepaskanlah hak kuasamu dari anjing ini seharga 1000 dirham."
[ Mu'nisul Jalis Syarh Al-Yaqut An-Nafis, (I/494) ]

Wallahu Ta'ala A'lam wa Ahkam

Jombang, 21 Rajab 1442 H
Abu Harits Al-Jawi

Tidak ada komentar:

Posting Komentar