Pertanyaan :
Sy mau
bertanya. Tentang hukum menggambar makhluk hidup. Krn sy lihat byk sekali jaman
skrg bertebaran seperti di IG. Poster2 dakwah yg terdapat gambar kartun manusia
yg lucu seperti di xxx (nama akun ig), atau ada jg yg tidak ada wajahnya
seperti di xxx (nama akun ig). Sebenarnya baiknya seperti apa nggih?
Jawaban :
بسم الله و الصلاة و السلام على رسول
الله و على آله و صحبه و من والاه و بعد.
Yang perlu kita fahami dahulu, bahwasanya
hukum asal menggambar makhluk yang bernyawa yaitu manusia dan hewan, adalah
terlarang. Dalam hadits disebutkan :
إِنَّ أَصْحَابَ هَذِهِ الصُّوَرِ يَوْمَ القِيَامَةِ
يُعَذَّبُونَ، فَيُقَالُ لَهُمْ أَحْيُوا مَا خَلَقْتُمْ
“ Sesungguhnya pembuat gambar-gambar ini pada hari kiamat
akan di adzab, maka akan dikatakan kepada mereka : hidupkan apa yang sudah
kalian ciptakan.”
Maka dimaknai dari sabda Nabi ﷺ di atas :
‘hidupkan’, berarti gambar itu terbatas pada apa yang dahulu memang pernah
hidup di dunia atau yang menyerupai apa yang hidup di dunia. Dan juga dalam
asbabul wurud hadits-hadits ini berkenaan dengan gambar-gambar hewan. Akan tetapi ada beberapa kondisi dimana hal tersebut
diperbolehkan dalam menggambar atau memakainya dengan beberapa rincian :
Gambar tersebut dipergunakan untuk mainan atau
pendidikan anak-anak, sebagaimana dalam hadits yang diriwayatkan oleh Aisyah
radhiyallahu anha bahwasanya ketika Nabi ﷺ pulang dari peperangan, dan
melihat Aisyah radhiyallahu anhu bermain boneka dengan teman-temannya maka
beliau apa ini wahai Aisyah ? Maka Aisyah menjawab, “Itu adalah anak-anak
perempuanku.” Kemudian dalam hadits disebutkan :
وَرَأَى
بَيْنَهُنَّ فَرَسًا لَهُ جَنَاحَانِ مِنْ رِقَاعٍ
“ Dan beliau ﷺ melihat kuda yang memiliki 2
sayap yang terbuat dari kain.”
Dan disitu beliau ﷺ tidak mengingkari dan
membiarkan saja. Dan berkata Al-Khathib Asy-Syirbini ;
يُسْتَثْنَى مِنْ
صُورَةِ الْحَيَوَانِ لُعَبُ الْبَنَاتِ فَلَا تَحْرُمُ كَمَا فِي شَرْحِ مُسْلِمٍ
لِلْمُصَنِّفِ تَبَعًا لِلْقَاضِي عِيَاضٍ فِي نَقْلِهِ ذَلِكَ عَنْ الْعُلَمَاءِ:
«وَلِأَنَّ عَائِشَةَ - رَضِيَ اللَّهُ تَعَالَى عَنْهَا - كَانَتْ تَلْعَبُ بِهَا
عِنْدَ رَسُولِ اللَّهِ - صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ -» رَوَاهُ مُسْلِمٌ
“ Dan
dikecualikan dari gambar hewan adalah mainan untuk anak-anak perempuan maka
tidak diharamkan sebagaimana dalam syarah Muslim karya penulis (baca; Imam
Nawawi) mengikuti Qodhi Iyadh dalam menukil hal tersebut dari para ulama. Dan
juga karena Aisyah radhiyallahu anha bermain dengan hal tersebut di sisi
Rasulullah ﷺ .”
Boleh menggambar makhluk bernyawa secara mutlak dengan syarat
dihilangkan dari anggota tubuhnya apa yang dia tidak bisa hidup dengannya,
seperti dengan menghilangkan kepalanya. Berkata Imam Nawawi :
ويجوز
ما على أرض وبساط ومخدة ومقطوع الرأس وصورة شجر ويحرم تصوير حيوان
“ Dan boleh gambar yang ada di atas lantai, karpet, bantal guling, yang
terpotong kepalanya, dan pepohonan. Dan haram menggambar hewan.”Al-Millibari mengatakan ;
و لا يحرم أيضا تصوير حيوان بلا
رأس
“ Dan tidak diharamkan pula menggambar hewan dengan tanpa
kepala.”
Jika gambar tersebut dalam hal-hal yang tidak diperhatikan dan dipajang
(banyak dilihat) seperti pada keset, karpet, panci, dan bukan pada hal yang banyak
diperhatikan seperti bantal sofa, hiasan dinding, gorden, baju, dan semisalnya.
Maka boleh memakainya dan bukan
menggambarnya. Adapun menggambarnya tetap terlarang. Berkata Imam Nawawi :
ومن
المنكر فراش حرير وصورة وحيوان على سقف أو جدار أو وسادة أو ستر أو ثوب ملبوس
“ Dan termasuk kemunkaran adalah permadani dari sutra, juga gambar hewan
pada atap, tembok, bantal sofa, gorden, atau pakaian.”
Berkata Khothib Asy-Syirbini :
(وَيَجُوزُ مَا) أَيْ صُورَةُ حَيَوَانٍ كَائِنَةٌ (عَلَى أَرْضٍ
وَبِسَاطٍ) يُوطَأُ (وَمِخَدَّةٍ) يُتَّكَأُ عَلَيْهَا وَآنِيَةٍ تُمْتَهَنُ
الصُّوَرُ بِاسْتِعْمَالِهَا كَطَبَقٍ وَخِوَانٍ وَقَصْعَةٍ، وَالضَّابِطُ فِي
ذَلِكَ إنْ كَانَتْ الصُّورَةُ عَلَى شَيْءٍ مِمَّا يُهَانُ جَازَ وَإِلَّا فَلَا،
لِمَا رَوَاهُ مُسْلِمٌ عَنْ عَائِشَةَ - رَضِيَ اللَّهُ عَنْهَا -: «أَنَّ
النَّبِيَّ - صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ - قَدِمَ مِنْ سَفَرٍ وَقَدْ سَتَرَتْ
عَلَى صُفَّةٍ لَهَا سِتْرًا فِيهِ الْخَيْلُ ذَوَاتُ الْأَجْنِحَةِ فَأَمَرَ
بِنَزْعِهَا» وَفِي رِوَايَةٍ: «قَطَعْنَا مِنْهَا وِسَادَةً أَوْ وِسَادَتَيْنِ،
وَكَانَ رَسُولُ اللَّهِ - صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ - يَرْتَفِقُ
بِهِمَا»
“ Dan boleh gambar hewan yang ada pada lantai, karpet, yang diinjak,
bantal guling yang diduduki, juga wadah-wadah yang gambar tersebut diremehkan
dan tak diperhatikan untuk dipergunakannya seperti piring, meja makan, nampan.
Dan kaidahnya bahwa jika gambar berada pada sesuatu yang diremehkan dan tak
diperhatikan maka boleh. Sebagaimana yang diriwayatkan Muslim dari Aisyah
radhiyallahu anha, “Bahwa Nabi ﷺ datang dari safar kemudian
melihat dan beliau menutupi kamar Nabi ﷺ dengan gorden yang bergambar
kuda bersayap, maka beliau memerintahkan untuk melepasnya.” Dan dalam satu
riwayat, “Maka kami pun memotongnya menjadi satu atau dua bantal dan Nabi ﷺ duduk bersandar atasnya.”
Maka dari penjelasan di atas ada beberapa kesimpulan yang bisa kita
ambil jika dikiaskan dalam beberapa permasalahan kontemporer hari ini.
Diantaranya ;
1. Bahwa diharamkan menggambar manusia atau hewan baik dengan aplikasi
(bukan foto) atau dengan tangan yang, baik kartun atau bukan, lengkap dengan
seluruh anggota tubuhnya.
2. Boleh menggambar kartun manusia atau hewan dengan syarat dihilangkan
bagian tubuhnya yang dia tidak bisa hidup dengannya; seperti dengan memotong
kepalanya (bukan hanya menghapus wajah).
3. Boleh menggambar kartun manusia atau hewan dengan sempurna untuk
permainan dan pendidikan anak-anak.
Demikian pemaparan dari apa yang disampaikan oleh para ulama dalam
madzhab Syafi’iyyah. Semoga bisa menjawab. Wallahu Ta’ala A’lam.
Dijawab oleh Abu Harits Al-Jawi.
. HR. Bukhari dari Aisyah radhiyallahu anha, Bab At-Tijarah fi ma Yukrahu Lubsuhu
. HR. Abu Dawud, Bab Al-Lu’ab lil
Banat
. Mughnil Muhtaj, Al-Khothib
Asy-Syirbini, ( Daarul Kutub Al-Ilmiyah ), cet. Pertama, tahun. 1994, Fashl;
fil Walimah (4/408)
. Minhajut Thalibin, An-Nawawi, (
Surabaya : Toko Kitab Al-Hidayah ), Kitab Ash-Shadaq Fashl fil Walimah, hal. 92
. Fathul Mu’in, Zainuddin
Al-Millibari, ( Jakarta : Daarul Kutub Al-Islamiyah ), cet. Pertama, tahun.
2010, Fashul fish Shodaq hal. 222
. Minhajut Thalibin, An-Nawawi, (
Surabaya : Toko Kitab Al-Hidayah ), Kitab Ash-Shadaq Fashl fil Walimah, hal. 92
. Mughnil Muhtaj, Al-Khothib
Asy-Syirbini, ( Daarul Kutub Al-Ilmiyah ), cet. Pertama, tahun. 1994, Fashl;
fil Walimah (4/408)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar