Jumat, 12 Maret 2021

Jual Beli Anak Kecil

Diantara syarat sah dari orang yang berjual-beli adalah baligh. Maka apa yang terjadi hari ini dimana anak-anak sering beli sendiri baik di sekolah atau di kampung, secara hukum fiqh dalam madzhab Syafi'i tidaklah sah. Dalam Munis Al-Jalīs disebutkan :

(شررط العاقدين أربعة) الأول (إطلاق التصرف) هو البالغ العاقل الحر غير المحجور عليه بسفه أو فلس إن كان يريد التصرف في أعيان ماله؛ فلا يصح تصرف صبي و لو مراهقا

" Syarat-syarat dua orang yg ber-akad ada 4; Pertama ithlāq tashorruf; baligh, berakal, merdeka, tidak di-hajr karena safah atau bangkrut. Maka tidak saha jual beli anak kecil meski sudah beranjak akan baligh."
[ Munis Al-Jalīs syarh Al-Yāqut An-Nafīs, Musthofa Ahmad Abdunnabi Abu Hamzah, (Mesir : Dār Tsamarāt Al-Ilm), cetakan pertama, tahun.1441 H, (1/491) ]

Berkata Imam Nawawi (w. 676 H) ;

كتاب البيع و شرطه الإيجاب ... و القبول ...

" (Kitab Jual Beli) Dan syaratnya adalah ijab ... dan qobul (shigoh)."
[ Minhajut Thalibin bi Hamisy Matn Manhaj At-Thullab, Imam An-Nawawi, (Surabaya : Toko Hidayah), hal.39 ]

Hanya saja hal ini sudah menjadi sesuatu yang bisa dibilang biasa. Maka solusi dalam madzhab, adalah dengan mengikuti pendapat madzhab yang lain yaitu keabsahan jual beli mu'āthōh (tanpa lafadz). Sebagaimana hal ini disampaikan Taqiyyuddin Al-Hishni (w.829 H), beliau berkata ;

قلت وَمِمَّا عَمت بِهِ الْبلوى بعثان الصغار لشراء الْحَوَائِج وأطردت فِيهِ الْعَادة فِي سَائِر الْبِلَاد وَقد تَدْعُو الضَّرُورَة إِلَى ذَلِك فَيَنْبَغِي إِلْحَاق ذَلِك بالمعاطاة إِذا كَانَ الحكم دائراً مَعَ الْعرف مَعَ أَن الْمُعْتَبر فِي ذَلِك التَّرَاضِي ليخرج بالصيغة عَن أكل مَال الْغَيْر بِالْبَاطِلِ فَإِنَّهَا دَالَّة على الرِّضَا فَإِذا وجد الْمَعْنى الَّذِي اشْترطت الصِّيغَة لأَجله فَيَنْبَغِي أَن يكون هُوَ الْمُعْتَمد بِشَرْط أَن يكون الْمَأْخُوذ يعدل الثّمن وَقد كَانَت المغيبات يبْعَثْنَ الْجَوَارِي والغلمان فِي زمن عمر بن الْخطاب رَضِي الله عَنهُ لشراء الْحَوَائِج فَلَا يُنكره وَكَذَا فِي زمن غَيره من السّلف وَالْخلف وَالله أعلم

" Aku katakan bahwa termasuk hal yang menjadi praktek di masyarakat adalah mereka menyuruh anak-anak kecil untuk membeli. Dan hal ini menjadi 'urf (kebiasaan) masyarakat di beberapa tempat, dan terkadang juga karena kondisi yang mendesak. Maka hendaknya ini diikutkan dalam hukum mu'āthōh, dan juga hukum ketika itu adalah apa yang berlaku di masyarakat. Meski yang mu'tabar dalam hal ini adalah saling ridho sehingga dengan adanya sighoh (lafadz jual beli) bisa menyelematkan dari memakan harta orang lain dengan cara batil karena shigot menunjukkan atas keridhoan. Maka jika ada faktor lain yg bisa menggantikan posisi shighot dalam menunjukkan ridho, selayaknya hal itu bisa menjadi mu'tamad. Dengan syarat kesesuaian harga barang yang dibeli. Dan dahulu para wanita di rumah menyuruh budak-budak kecil mereka untuk belanja di zaman Umar radhiyallahu anhu dan tidak diinkari. Demikian pula di zaman salaf dan kholaf. Wallahu A'lam."
[ Kifāyatul Akhyār, Taqiyyuddin Al-Hishniy, (Damaskus : Dār Al-Khoir), cetakan pertama, tahun 1994 M, hal.333 ]

KESIMPULAN
• Jual beli anak kecil dalam perkara yang murah seperti jajan atau makanan murah adalah sah, diikutkan dalam hukum mu'athoh (jual beli tanpa shighoh ijab qobul). Tapi yang utama tidak membiarkan anak kecil membeli sendiri, hendaknya wali atau orang dewasa menyertainya.

• Tidak sah jual beli anak kecil yang belum baligh untuk barang yang bernilai tinggi seperti seharga Rp 100.000 ke atas.

Wallahu Ta'ala A'lam wa Ahkam

Abu Hārits Al-Jawi

Tidak ada komentar:

Posting Komentar