Selasa, 09 Maret 2021

Jual Beli Borongan / Tebasan & Ketentuannya Dalam Madzhab Syafii

Diantara rukun jual beli yang harus terwujudkan dalam transaksi adalah mengetahui barang yang ditransaksikan (العلم بالمبيع), karena jika tidak maka akan ada unsur ketidakpastian yang mengundang perselisihan, dan ini dilarang. Sebagaimana dalam hadits Abi Hurairah radhiyallahu anhu yang marfu' :

نَهَى رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَنْ بَيْعِ الغَرَرِ

" Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam melarang dari jual beli ghoror (ketidakpastian)."
[ HR. Tirmidzi (2/523), Bab Ma Ja`a fi Karohiyah Bai' Al-Ghoror ]

Ini adalah kaidah asal dalam jual beli. Akan tetapi ada beberapa kondisi yang dikecualikan; diantaranya adalah jual beli borongan. Dalam hadits Ibn Umar radhiyallahu anhuma yang marfu' disebutkan :

وَكُنَّا نَشْتَرِي الطَّعَامَ مِنَ الرُّكْبَانِ جِزَافًا، فَنَهَانَا رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنْ نَبِيعَهُ حَتَّى نَنْقُلَهُ مِنْ مَكَانِهِ

" Dan kami dahulu membeli makanan dari pedagang secara jizaf (taksir borongan) maka Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam melarang kami menjualnya kembali hingga kami pindahkan dari tempat kulakannya."
[ HR. Muslim, Bab Buthlan Bai' Al-Mabi' Qobla Al-Qobdh (3/1161) ]

Berkata Imam Nawawi (w. 676 H) dalam menjelaskan jizaf :

وَهُوَ الْبَيْعُ بِلَا كَيْلٍ وَلَا وَزْنٍ وَلَا تَقْدِيرٍ وَفِي هَذَا الْحَدِيثِ جَوَازُ بَيْعِ الصُّبْرَةِ جِزَافًا وَهُوَ مَذْهَبُ الشَّافِعِيِّ قَالَ الشَّافِعِيُّ وَأَصْحَابُهُ بَيْعُ الصُّبْرَةِ مِنَ الْحِنْطَةِ وَالتَّمْرِ وَغَيْرِهِمَا جِزَافًا صَحِيحٌ وَلَيْسَ بِحَرَامٍ

" Yaitu jual beli tanpa takaran, timbangan, dan perkiraan. Dan dalam hadits ini ada penjelasan akan kebolehan jual beli borongan dengan taksiran. Dan ini adalah madzhab Syafi'i. Berkata Imam Syafi'i dan ulama madzhab bahwa jual beli gandum dan kurma secara borongan dengan taksiran hukumnya sah dan tidak haram."
[ Al-Minhaj Syarh Shahih Muslim ibn Al-Hajjaj, An-Nawawi, (Beirut : Dar Ihya At-Turots Al-Arabiy), cetakan III, tahun 1392 H, (10/169) ]

PERINCIAN

1. Jika diketahui jumlah atau ukuran barang yang dibeli seperti satu kwintal beras, atau satu hektar tanah, maka jelas jual beli ini sah secara mutlak meski total harga tidak diketahui, akan tetapi diketahui secara perincian. Seperti saya beli satu kwintal beras ini, per kilo Rp 10.000,- . Atau saya beli tanah satu hektar ini, per meter persegi seharga Rp 100.000,-. Berkata An-Nawawi :

إِذَا قَالَ: بِعْتُكَ صَاعًا مِنْ هَذِهِ الصُّبْرَةِ، فَلَهُ حَالَانِ. أَحَدُهُمَا: أَنْ يَعْلَمَا مَبْلَغَ صِيعَانِهَا فَالْعَقْدُ صَحِيحٌ قَطْعًا

" Jika seseorang berkata: saya jual satu sho' dari karung ini, maka ada 2 kondisi. Pertama, keduanya mengetahui jumlah barang dalam karung tersebut, maka jual belinya sah."
[ Roudhotut Thalibin, An-Nawawi, (Beirut : Al-Maktab Al-Islamiy), cetakan kedua, tahun 1412 H/ 1991 M, (3/362) ]

2. Jika jumlah atau ukuran barang yang dibeli tidak diketahui maka ada beberapa kondisi;

[ 2.1 ] Jumlah barang atau ukuran sesuai dengan taksiran harga rinci yang disampaikan di akad. Seperti pembeli menaksir beratnya adalah 1 kwintal dan dia beli beras dalam karung tersebut dengan harga per-kilo Rp 10.000, dan ketika ditimbang memang 1 kwintal. Maka jual beli ini sah. Berkata An-Nawawi :

و يصح بيع الصبرة المجهولة الصيعان كل صاع بدرهم 

" Dan sah jual beli karungan yang tidak diketahui beratnya; setiap satu sho' seharga satu dirham."
[ Minhajut Thalibin, An-Nawawi, (Darul Fikr), cetakan pertama, tahun 1425 H/ 2005 M, hal.95 ]

[ 2.2 ] Tidak mengetahui ukuran atau jumlah barang yang dibeli dan tanpa menyebutkan total harga, hanya perincian harga saja. Seperti saya beli beras dalam karung ini dengan harga per-kilo Rp 10.000 (dan dia menaksir kira-kira beratnya 1 kwintal), dan ketika ditimbang beratnya 3/4 kwintal. Maka pembeli membayar 3/4 x 10.000 dan jual belinya sah. Sebagaimana keumuman ucapan An-Nawawi di point 2.1 di atas.

[ 2.3 ] Tidak mengetahui jumlah atau ukuran barang, tapi menyebutkan harga secara total serta perincian. Maka jika jumlah barang sesuai dengan harga total, jual belinya sah. Jika kurang atau lebih maka tidak sah. Seperti seseorang membeli seluruh mangga di kebun ini seharga 500.000, perkilo-nya saya kasih harga 5.000. Dan ternyata mangga hanya terkumpul 90 kilo (berarti seharga 450.000) atau 120 kilo (berarti seharga 600.000). Maka jual beli tidak sah, kecuali mangga yang terkumpul memang 100 kilo yang berarti seharga 500.000 jika per-kilo 5.000 rupiah. Berkata Zakariya Al-Anshori (w.925 H) :

و بيع صبرة مجهولة الصيعان بمائة درهم كل صاع بدرهم إن خرجت مائة و إلا فلا يصح لتعذر الجمع بين جملة

" Dan jual beli karungan yang tidak diketahui ukurannya seharga 100 dirham dengan perincian per-sho' satu dirham; jika ternyata beratnya 100 sho' maka sah jika tidak maka tidak sah karena ketidaksesuaian antara total jumlah uang dan berat barang."
[ Fathul Wahhab, Zakariya Al-Anshori, (Darul Fikr), tahun 1414 H/ 1994 M, (1/188) ]

[ 2.4 ] Tidak mengetahui jumlah atau ukuran barang, tapi dia membeli dengan harga total saja, tanpa menyebut rincian. Seperti saya membeli seluruh mangga di kebun ini seharga 5 juta. Maka jual beli ini sah. Berkata Al-Khothib Asy-Syirbini (w.977 H) :

وَلَا يَضُرُّ الْجَهْلُ بِجُمْلَةِ الثَّمَنِ؛ لِأَنَّهُ مَعْلُومٌ بِالتَّفْصِيلِ وَالْغَرَرُ مُرْتَفِعٌ بِهِ كَمَا إذَا بَاعَ بِثَمَنٍ مُعَيَّنٍ جُزَافًا

" Dan tidak masalah total harga tidak diketahui, karena harga bisa diketahui dari perincian dan ghoror hilang dengannya; sebagaimana jika dia menjual borongan dengan harga total (tanpa rincian)."
[ Mughni Al-Muhtaj, Al-Khothib Asy-Syirbini, (Darul Kutub Al-Ilmiyah), cetakan pertama, tahun 1415 H/ 1994 M, (2/355) ]

CATATAN

• Jual beli borongan berlaku untuk barang yang satu jenis, bukan yang berbeda jenis atau campuran. Jika campuran maka wajib dipisahkan. Seperti beli tomat dan cabe yang ditanam dalam satu lahan secara borongan, maka tidak boleh karena jenisnya berbeda.

• Jual beli borongan ini dimakruhkan (makruh tanzih) dalam madzhab karena ada konsekuensi menyesal. Berkata Syamsuddin Ar-Romli (w.1004 H) :

وَيُكْرَهُ بَيْعُ الصُّبْرَةِ الْمَجْهُولَةِ لِأَنَّهُ يُوقِعُ فِي النَّدَمِ لِتَرَاكُمِ الصُّبْرَةِ بَعْضِهَا عَلَى بَعْضٍ

" Dan dimakruhkan jual beli borongan yang tidak diketahui ukurannya karena bisa membuat pembeli atau penjual kecewa karena adanya tumpukan yang tidak diketahui."
[ Nihayatul Muhtaj, Syamsuddin Ar-Romli, (Beirut : Darul Fikr), cetakan terakhir, tahun 1404 H/ 1984 M, (3/409) ]

Wallahu Ta'ala A'lam wa Ahkam


Abu Harits Al-Jawi
Khōdim Maktabah Abi Hārits

Tidak ada komentar:

Posting Komentar