Disunnahkan bagi orang yang shalat untuk meletakkan sesuatu di depannya sebagai pembatas shalatnya. Yang ini dinamakan sutrah.
عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عُمَرَ: «أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانَ يُرْكَزُ لَهُ الحَرْبَةُ فَيُصَلِّي إِلَيْهَا»
" Dari Abdullah ibn Umar radhiyallahu anhu berkata (( Bahwa Nabi shallallahu alaihi wa sallam biasa ditancapkan untuk beliau tombak yang pendek, lalu beliau shalat menghadap kepadanya ))."
[ Shahih Al-Bukhari (1/106) ]
Untuk perincian hukum-hukumnya, maka para fuqoha telah membahas hal tersebut. Berikut adalah penjelasannya :
1. Sutrah yang digunakan harus berurutan. Pertama, adalah sesuatu yang tertanam secara permanen di tanah, seperti tembok atau tiang. Kedua, jika tidak ada maka dengan sesuatu yg ditancapkan atau diletakkan di tanah, seperti tongkat, tombak, tas, atau semisalnya. Ketiga, jika tidak ada maka sutrahnya cukup dengan sesuatu yang tergambar di atas tanah, seperti karpet, sajadah, atau garis. Dan urutan sutrah ini harus dilaksanakan, dalam artian tidak boleh seseorang menggunakan tas, sedangkan ada tembok atau tiang. Jika tidak dilakukan maka tidak diharamkan bagi seseorang untuk lewat didepannya. Dalilnya sabda Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam :
«إِذَا صَلَّى أَحَدُكُمْ فَلْيَجْعَلْ تِلْقَاءَ وَجْهِهِ شَيْئًا، فَإِنْ لَمْ يَجِدْ فَلْيَنْصِبْ عَصًا، فَإِنْ لَمْ يَكُنْ مَعَهُ عَصًا فَلْيَخْطُطْ خَطًّا، ثُمَّ لَا يَضُرُّهُ مَا مَرَّ أَمَامَهُ»
(( Jika seorang dari kalian shalat, maka jadikanlah sesuatu berada di depannya. Jika tidak ada, maka tancapkan kayu. Jika tidak ada maka buatlah garis. Kemudian tidak akan memudharatkannya sesuatu yang lewat di depannya ))
[ HR. Abu Dawud (1/183) ]
2. Jarak antara dirinya dengan sutrah sekitar 3 dziro' (sekitar 1,5 meter ). Jika lebih dari itu (seperti 2,5 meter) maka tidak mengapa seseorang melewati batas antara dirinya dengan sutrah. Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda :
«إِذَا صَلَّى أَحَدُكُمْ فَلْيُصَلِّ إِلَى سُتْرَةٍ وَلْيَدْنُ مِنْهَا»
(( Jika salah seorang dari kalian shalat, maka shalatlah dengan menghadap sutrah, dan mendekatlah ke sutrahnya ))
[ HR. Abu Dawud (1/186) ]
3. Diharamkan lewat diantara sutrah dan orang yang shalat. Dan keharaman melewati sutrah berlaku bagi orang yang mukallaf saja. Adapun bagi anak yang belum baligh misalkan, maka tidak haram untuk lewat di depan orang shalat. Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda :
«لَوْ يَعْلَمُ الْمَارُّ بَيْنَ يَدَيِ الْمُصَلِّي مَاذَا عَلَيْهِ لَكَانَ أَنْ يَقِفَ أَرْبَعِينَ خَيْرٌ لَهُ مِنْ أَنْ يَمُرَّ بَيْنَ يَدَيْهِ»
(( Kalau seorang yang lewat di depan orang yang shalat tahu dosa yang dia lakukan, niscaya dia berdiri 40 tahun itu lebih baik dari pada melewatinya ))
[ HR. Abu Dawud (1/186) ]
4. Disunnahkan bagi orang yang shalat, atau orang lainnya untuk menghadang orang yang lewat antara dirinya dengan sutrahnya. Dan kesunnahan ini berlaku, jika orang yang shalat tadi melaksanakan point 1-3 yang sudah disampaikan sebelumnya. Sebagaimana ini adalah mu'tamad Ibn Hajar, diikuti oleh muridnya Al-Millibari. Adapun Ar-Romli, maka kesunnahan untuk menghadang orang yang lewat ini berlaku meskipun dia bukan mukallaf. Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda :
«إِذَا صَلَّى أَحَدُكُمْ إِلَى شَيْءٍ يَسْتُرُهُ مِنَ النَّاسِ فَأَرَادَ أَحَدٌ أَنْ يَجْتَازَ بَيْنَ يَدَيْهِ فَلْيَدْفَعْ فِي نَحْرِهِ فَإِنْ أَبَى فَلْيُقَاتِلْهُ فَإِنَّمَا هُوَ الشَّيْطَانُ»
(( Jika seorang dari kalian shalat kepada sutrah manusia, lantas ada seseorang yang ingin lewat di depannya, maka hendaknya dia halangi di depannya. Jika tidak mau maka perangi dia, karena dia adalah setan ))
[ HR. Abu Dawud (1/186) ]
5. Sutrah imam adalah sutrah bagi shaf yang tepat di belakang imam (shaf pertama). Adapun shaf berikutnya (shaf kedua dan seterusnya) maka sutrahnya adalah shaf yang ada di depannya. Maka jika ada yang tidak berkepentingan melewati antara dirinya dengan shaff, tetap disunnahkan untuk menghadangnya.
6. Sutrah hendaknya diletakkan agak kesamping kiri atau kanan. Tidak pas di depannya. Dalam hadits Al-Miqdād ibn Al-Aswad berkata :
«مَا رَأَيْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يُصَلِّي إِلَى عُودٍ وَلَا عَمُودٍ وَلَا شَجَرَةٍ إِلَّا جَعَلَهُ عَلَى حَاجِبِهِ الْأَيْمَنِ أَوِ الْأَيْسَرِ وَلَا يَصْمُدُ لَهُ صَمْدًا»
" Tidak pernah aku melihat Nabi shallallahu alaihi wa sallam shalat ke arah kayu, tiang, juga pohon kecuali beliau agak mengarahkannya ke samping kanan atau kiri. Dan tidak berada tepat di hadapannya."
[ HR. Abu Dawud (1/184) ]
Wallahu A'lam
Abu Harits Al-Jāwi
•••
REFERENSI
1. Fathul Mu'īn Syarh Qurratul 'Ain, Zainuddin Al-Millībāri.
2. I'ānatut Thālibin, Sayyid Al-Bakri
3. Shahīh Al-Bukhāri, Muhammad ibn Ismā'īl Al-Bukhāri
4. Sunan Abi Dawud, Abu Dawud As-Sijistāni
Tidak ada komentar:
Posting Komentar