Bagi orang yang memiliki hutang puasa atau menyusui, maka ada tiga kondisi.
1. Dia tidak puasa karena khawatir kondisi dirinya yang tidak kuat puasa dalam kondisi hamil atau menyusui. Maka dia membayar hutang puasa dengan puasa di hari yang lain.
2. Dia tidak puasa karena khawatir kondisi anaknya yang nanti tidak mendapat asupan nutrisi yang cukup, atau yang semisalnya. Maka dia membayar hutang puasa dengan puasa di hari yang lain ditambah membayar fidyah untuk satu hari satu mud (kurang lebih 700 gr) bahan makanan pokok.
3. Dia tidak puasa karena khawatir terhadap kondisi dirinya sendiri yang tidak kuat, diiringi dengan kekhawatiran terhadap anaknya. Maka dia membayar hutang puasa dengan puasa saja di hari yang lain.
Kesimpulan ini dilandaskan pada al-Quran, hadits yang ada, tafsiran para ahli fikih dalam masalah ini.
Berkata Imam Nawawi rahimahullah :
و أما الحامل و المرضع فإن أفطرتا خوفا على نفسهما وجب القضاء بلا فدية أو على الولد لزمتهما الفدية في الأظهر
"Adapun wanita hamil dan menyusui jika tidak puasa karena khawatir terhadap dirinya maka wajib qodho tanpa fidyah. Jika khawatir terhadap anaknya maka wajib fidyah (plus qodho) dalam pendapat yang kuat."
[ Minhajut Tholibin, (Jakarta : Darul Kutub Islamiyah), hal.89 ]
Berkata Sayyid Al-Bakri rahimahullah :
و ان انضم لذلك الخوف على الولد لأنه واقع تبعا
"Dan jika ditambahkan juga disitu (khawatir terhadap dirinya juga) khawatir terhadap anaknya (maka wajib qodho saja) karena khawatir pada anak menjadi pengikut (dalam hukum)."
[ I'anatut Tholibin, (Indonesia : Pustaka As-Salam), (II/242) ]
Abu Dawud meriwayatkan dalam kitab Sunan-nya ;
حدثنا ابن المثنى حدثنا ابن أبي عدي عن سعيد عن قتادة عن سعيد بن جبير عن ابن عباس رضي الله عنهما { و على الذين يطيقونه فدية طعام مسكين } كانت رخصة للشيخ الكبير و المرأة الكبيرة و هما يطيقان الصيام أن يفطرا و يطعما مكان كل يوم مسكينا و الحبلى و المرضع أذا خافتا
قال أبو داود : يعني على أولادهما أفطرتا و أطعمتا
"Menceritakan Ibnul Mutsanna, menceritakan Ibnu Abi Adi, dari Said, dari Qotadah, dari Urwah, dari Said ibn Jubair, dari Ibnu Abbas dalam firman Allah Ta'ala {Dan atas orang yang mampu maka fidyah makanan untuk orang miskin} ; ini untuk orang tua laki-laki dan wanita yang keduanya mampu puasa, untuk tidak puasa dan memberi makan setiap hari satu orang miskin. Demikian halnya wanita hamil dan menyusui jika khawatir...
Berkata Abu Dawud : Khawatir atas anaknya maka dia tidak berpuasa dan memberi makan (fidyah)."
[ Sunan Abi Dawud, (Semarang : Toha Putera), (I/537) ]
Allah Ta'ala berfirman :
فَمَنْ كَانَ مِنْكُمْ مَرِيضًا أَوْ عَلَى سَفَرٍ فَعِدَّةٌ مِنْ أَيَّامٍ أُخَرَ
"Maka barangsiapa diantara kamu ada yang sakit atau dalam perjalanan (lalu ia berbuka), maka (wajiblah baginya berpuasa) sebanyak hari yang ditinggalkan itu pada hari-hari yang lain."
[ QS Al-Baqoroh : 184 ]
Dari hadits Abu Dawud di atas bisa diambil kesimpulan, bahwa wanita yang hamil dan menyusui dan khawatir terhadap bayinya saja, maka dia membayar fidyah. Dan tetap juga harus mengqodho, karena dia tidak berpuasa dalam kondisi yang dia sendiri sebenarnya mampu puasa. Demikian makna yang tersirat dari hadits tersebut. Dia qodho puasa karena dia tidak berpuasa di hari yang harusnya dia puasa, dan dia membayar fidyah karena dia termasuk dalam kategori yuthīqūnahu (yang mampu puasa) dan tidak berpuasa karena khawatir terhadap keselamatan janinnya sebagaimana tafsiran sahabat Ibnu Abbas. Adapun wanita yang hamil dan menyusui yang khawatir terhadap kondisi fisiknya sendiri saja, maka masuk dalam kategori orang yang sakit (marīdhon). Maka cukup mengqodho saja seperti orang sakit yang dijelaskan dalam ayat di atas (fa 'iddatun min ayyāmin ukhor).
Wallahu Ta'ala A'lam
Abu Harits al-Jawi
Tidak ada komentar:
Posting Komentar