Senin, 11 April 2022

Safar Ke Suatu Negeri Ketika Ramadhan

Pernah kejadiankah kita, ketika kita berpuasa Ramadhan di negeri kita, lalu kita pergi ke negara lain, ternyata disana masih belum mulai puasa. Atau ketika di negeri kita belum puasa, lalu kita pergi ke negeri lain dan ternyata sudah mulai puasa di hari itu. Atau mungkin ketika iedul fitri, dengan masalah yang sama seperti di atas. Maka disini, kami akan memberikan rincian pada masing-masing masalah dan juga bagaimana seharusnya yang dilakukan dari sudut kacamata fiqh madzhab Syafii.

Pertama, jika kita berada di suatu negeri yang belum masuk Ramadhan, lalu kita datang ke negeri yang sudah mulai puasa Ramadhan di hari itu. Maka, ketika kita datang, kita ikut tidak makan dan tidak minum bersama mereka, namun dianggap tidak puasa di hari itu. Seperti kemarin misalnya, di Saudi puasa hari Sabtu, sedang di Indonesia puasa hari Ahad. Kalau kita safar hari sabtu ke Saudi dan mencapai sana Sabtu sore sebelum tenggelam matahari misalnya, maka kita tetap menahan makan dan minum.


Dan jika kita tinggal di tempat tersebut hingga hari raya, maka wajib bagi kita mengqodho puasa satu hari yang kita baru datang ke tempat tersebut. Karena kita datang dalam kondisi tidak sedang puasa, sedangkan negeri tersebut telah puasa. Namun, jika kita hanya tinggal beberapa hari di negeri tersebut, lalu kembali ke negeri kita, maka tidak ada kewajiban qodho, dan ikut hari raya bersama kaum muslimin di negerinya.


Kedua, jika kita berada di negeri yang sudah puasa, lalu safar ke negeri yang belum berpuasa, maka kita juga ikut tidak berpuasa. Dan tidak ada kewajiban kita untuk qodho jika jumlah hari yang kita berpuasa adalah 29 atau 30 hari. Meski tinggal disana hingga akhir Ramadhan atau beberapa hari saja.


Ketiga, jika kita tinggal di negeri yang belum hari raya, kemudian safar ke negeri yang ketika sampai ternyata sudah berhari raya. Maka kita ikut berhari raya bersama mereka, namun dengan perincian. Jika jumlah puasanya hanya 28 hari saja maka dia ikut berhari raya dan wajib qodho sehari. Sepertu misal dia berangkat dari negerinya pagi tanggal 29 Ramadhan, lalu sampai di tujuan sore dan ternyata mereka sudah berhari raya pada hari itu. Maka dia pun membatalkan puasa dan ikut hari raya, dan wajib qodho karena puasa untuknya hanya 28 hari saja. Namun jika jumlahnya 29 atau 30 maka tidak ada kewajiban untuk qodho. Yaitu ketika dia berangkat di tanggal 30 Ramadhan.


Keempat, demikian pula jika di negerinya sudah tanggal 30 Ramadhan (hari terakhir puasa), lalu datang ke negeri yang mana besoknya masih puasa karena di hari itu masih tanggal 29 Ramadhan bagi mereka (karena di negeri itu belum melihat hilal Syawwal sedang mereka berpuasa dengan istikmal 30 Sya'ban). Maka dia juga ikut berpuasa esoknya bersama mereka, yang baginya itu adalah hari ke-31.


Sebagaimana dalam hadits Abu Hurairah radhiyallahu anhu bahwa Nabi shallallahu alaihi wa sallam bersabda;

الصَّوْمُ يَوْمَ تَصُومُونَ، وَالفِطْرُ يَوْمَ تُفْطِرُونَ، وَالأَضْحَى يَوْمَ تُضَحُّونَ

"Puasa adalah hari yang kalian semua puasa, berhari raya adalah hari yang kalian semua berhari raya, hari raya kurban adalah hari yang kalian semua berkurban." [HR. Tirmidzi dalam Sunan-nya no.697]


Imam Tirmidzi mengomentari hadits di atas dan berkata;

فسر بعض أهل العلم هذا الحديث فقال إنما معنى هذا الحديث أن الصوم و الفطر مع الجماعة و عظم الناس

"Sebagian ahli ilmu menafsirkan hadits ini yang maknanya bahwa puasa dan hari raya itu bersama dengan mayoritas masyarakat." [Sunan at-Tirmidzi, (Mesir : Darul Alamiyah), hadits no.697]


Berkata Imam Nawawi rahimahullah;

لو شرع في الصوم في بلد ثم سافر إلى بلد بعيد لم يروا الهلال حين رآه أهل البلد الأول فاستكمل ثلاثين من حين صام فإن قلنا لكل بلد حكم نفسه فوجهان أصحهما يلزمه الصوم معهم لأنه صار منهم ...

"Kalau seseorang memulai puasa di satu negeri, lantas safar ke negeri yang jauh yang mereka belum melihat hilal (hilal Ramadhan) ketika penduduk negeri pertama sudah melihat hilala, lalu mereka menyempurnakan hitungan Sya'ban 30 hari ketika orang tersebut sedang berpuasa. Maka jika dikatakan bahwa setiap negeri memiliki hukumnya masing-masing, ada dua wajh (pendapat madzhab); yang paling shahih orang tersebut harus ikut puasa bersama negeri yang dia safar kepadanya."
[Majmu' Syarh Muhadzdzab, (Mesir : Darul Alamiyah), (5/425)]


Intinya adalah, bahwa musafir mengikuti hitungan puasa negeri yang dia safar kepadanya, dan tidak ada kewajiban mengqodho puasa. Kecuali kalau ternyata jumlah hari yang dia berpuasa adalah 28 hari saja; karena tidak mungkin 1 bulan hijriyah memiliki 28 hari. [Mu'nisul Jalis Syarh al-Yaqut an-Nafis, Mushthofa Abu Hamzah asy-Syafii, (Mesir : Dar Tsamarot al-Ilmi), (1/412-413)]


Wallahu Ta'ala A'lam


Jombang kota santri
10 Ramadhan 1443 H / 12 April 2022 M
Abu Harits al-Jawi

Tidak ada komentar:

Posting Komentar