Telah kita ketahui bahwasanya ayat yang pertama kali turun atas Rasulillah Muhammad shallallahu alaihi wa sallam adalah lima ayat pertama dalam surat Al-Alaq dengan kata pertamnya yaitu iqra’ (اقرأ) . Oleh karenanya umat Islam seharusnya mendapat julukan ummat iqra (umat ‘bacalah’), karena perintah membaca ini telah Allah tempatkan di awal wahyu, agar orang yang telah diberikaan wahyu Allah senantiasa perhatian terhadapnya. Membaca adalah pintu terbesar untuk mendapatkan ilmu pengetahuan.
Islam pun telah menempatkan ilmu dan pemiliknya pada derajat yang tinggi lagi mulia. Allah Ta’ala berfirman;
يَرْفَعِ اللَّهُ الَّذِينَ آمَنُوا مِنْكُمْ وَالَّذِينَ أُوتُوا الْعِلْمَ دَرَجَاتٍ وَاللَّهُ بِمَا تَعْمَلُونَ خَبِيرٌ
“ … Allah Ta’ala mengangkat orang-orang yang beriman di antara kalian dan juga orang-orang yang berilmu beberapa derajat, dan Allah Maha Mengetahui atas yang kalian kerjakan.” [QS al-Mujadalah: 11]
Berkata Hadhratusy Syaikh Hasyim Asy’ari rahimahullah (w. 1366 H);
أي يرفع العلماء منكم درجات بما جمعوا من العلم و العمل
“Maksudnya Allah Ta’ala akan mengangkat para ulama dari kalian beberapa derajat karena mereka telah menggabungkan antara ilmu dan amal.” [Adabul Alim wal Mutaallim, hal.15]
Dan Allah Ta’ala telah berfirman;
إِنَّ الَّذِينَ آمَنُوا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ أُولَئِكَ هُمْ خَيْرُ الْبَرِيَّةِ (7) جَزَاؤُهُمْ عِنْدَ رَبِّهِمْ جَنَّاتُ عَدْنٍ تَجْرِي مِنْ تَحْتِهَا الْأَنْهَارُ خَالِدِينَ فِيهَا أَبَدًا رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمْ وَرَضُوا عَنْهُ ذَلِكَ لِمَنْ خَشِيَ رَبَّهُ
“Sesungguhnya orang-orang yang beriman dan beramal shalih merekalah sebaik-baiknya makhluk (7) Balasan mereka di sisi Rabb mereka adalah surga ‘Adn yang mengalir di bawahnya sungai-sungai, mereka kekal di dalamnya, Allah pun ridha kepada mereka dan mereka ridha kepada Allah, demikianlah ( balasan ) bagi yang takut terhadap Rabb-nya (8).” [QS al-Bayyinah: 7-8]
Dan Allah Ta’ala juga berfirman;
إِنّمَا يَخْشَى اللَّه مِنْ عِبَادِهِ الْعُلَمَاءُ إِنَّ اللَّه عَزِيزٌ غَفُورٌ
“... sesungguhnya yang takut kepada Allah dari hamba-hamba Nya hanyalah para ulama sesungguhnya Allah Maha Perkasa lagi Maha Pengampun.” [QS Fathir: 28]
Berkata Syaikh Hasyim Asy’ari rahimahullah;
فاقتضت الآياتان إن العلماء هم الذين يخشون الله تعالى و الذين يخشون الله تعالى هم خير البرية فينتج أن العلماء هم خير البرية
“Maka dua ayat ini memberikan pengertian bahwa ulama adalah orang-orang yang takut kepada Allah Ta’ala dan orang-orang yang takut kepada Allah Ta’ala adalah sebaik-baiknya manusia. Maka jadilah para ulama adalah sebaik-baik manusia.” [Adabul Alim wal Muta'allim, hal.16]
Patut kita bersyukur kepada Allah Ta’ala karena pada hari ini kaum muslimin telah bangkit untuk menghidupkan kembali khazanah keilmuan Islam, juga menyebarkannya. Telah banyak berdiri ma’had, pondok pesantren, dan juga universitas keislaman di penjuru negara -negara Islam, dan juga dibuka beasiswa-beasiswa untuk belajar agama Islam. Para penuntut ilmu pun mulai keluar dari kampung dan negara mereka untuk belajar. Akan tetapi ada hal yang telah banyak dilupakan oleh kebanyakan penuntut ilmu, yang karenanya muncullah kegagalan dalam belajar atau hilangnya barokah ilmu yang didapatkannya. Hal tersebut adalah adab. Dan Syaikh Burhanuddin Az-Zarnuji rahimahullah (w. 591 H) telah memperhatikan hal ini ketika beliau mengatakan dalam muqaddimah kitabnya Ta’lim Muta’allim;
و بعد ؛ فلما رأيت كثيرا من طلاب العلم في زماننا يجدّون إلى العلم و لا يصلون و من منافعه و ثمراته و هي العمل به و النشر يحرمون لما أنهم أخطؤوا طرائقهم و تركوا شرائطهم و كل من أخطأ الطريق ضل و لا ينال المقصود قل أو جل
“Dan selanjutnya ; ketika saya melihat banyak dari penuntut ilmu di zaman kita ini bersungguh-sungguh dalam belajar tapi tidak sampai, dan tehalangi dari manfaat ilmu dan buahnya yang berupa amal dan menyebarkannya. Hal ini karena mereka telah salah dalam menyusuri jalan dan meninggalkan syarat-syaratnya. Dan setiap orang yang salah jalannnya maka dia akan tersesat dan tidak akan mendapatkan apa yang dituju baik itu kecil ataupun besar.” [Ta'lim al-Muta'allim, hal.2-3]
Marilah kita melihat para pendahulu kita dari para salaf, bagaimana mereka mendapatkan ilmu yang luar biasa, kalaulah kita membaca cerita-cerita tentang mereka tentu kita akan mengatakan “ini adalah dongeng saja” , padahal itu adalah nyata. Maka muncullah pertanyaan, “Bagaimana cara mereka bisa mendapatkan ilmu demikian ?”. Sebelum kita mengetahui jawaban tersebut, maka perlu kita mengerti sebuah kaidah yang agung yang diucapkan oleh Imam Malik ibn Anas rahimahullah (w. 179 H);
لا يصلح هذه الأمة إلا بما صلح به أوله
“Tidak menjadi baik ummat ini kecuali dengan cara yang menjadikan umat yang terdahulu menjadi baik.”
Maka tidaklah mungkin seseorang yang berharap bisa menjadi seperti mereka ( para ulama salaf ) akan tetapi tidak mengikuti jalan dan metode mereka dalam belajar.
Kembali ke pertanyaan di atas, mengapa para ulama salaf bisa mendapatkan ilmu yang demikian banyak dan barokah ? Maka Imam Abdullah ibn Al-Mubarok rahimahullah telah memberikan jawabannya. Beliau berkata;
كانوا يتعلمون الأدب ثلاثون سنة و يتعلمون العلم عشرون سنة
“Mereka ( ulama salaf ) belajar adab selama 30 tahun dan belajar ilmu selama 20 tahun.”
Telah berkata pula Imam Ibnu Sirin rahimahullah;
كانوا يتعلمون الهدى كما يتعلمون العلم
“Mereka dahulu mempelajari petunjuk ( dalam belajar dan beradab ) sebagaimana mereka mempelajari ilmu itu sendiri.”
Dan sebagian salafus shalih dahulu berkata kepada anaknya;
يا بني لأن تتعلم بابا من الأدب أحب إلي من أن تتعلم سبعين بابا من أبواب العلم
“Wahai anakku sungguh engkau belajar satu bab dalam hal adab itu lebih aku sukai daripada engkau belajar tujuh puluh bab dari ilmu.” [Tadzkiratus Sami wal Mutakallim, hal.2]
Para salaf sangatlah perhatian terhadap adab dalam belajar, bahkan hal tersebut melebihi perhatian mereka terhadap ilmu itu sendiri. Karena ilmu sejatinya adalah rezeki dari Allah Ta’ala dan juga cahaya dari-Nya sedangkan cahaya tersebut tidaklah diberikan kepada orang yang bermaksiat kepada-Nya, membangkang perintah rasul-Nya dan juga para ulama sebagai pewaris sepeninggalnya.
Wallahu Ta'ala A'lam
-
Disadur dari Buku Jalan Menuntut Ilmu
Karya Abu Harits al-Jawi
Tidak ada komentar:
Posting Komentar