Musim liburan telah tiba. Bisa dipastikan banyak dari kaum muslimin akan melaksanakan safar atau bepergian. Entah untuk menuju tempat-tempat wisata, atau pergi ke rumah sanak saudara. Maka, kiranya perlu disini kita memurojaah (mengulang kembali) beberapa fikih dalam safar. Yang akan kami ringkas dalam beberapa point-point berikut.
1. Safar adalah satu bagian dari siksaan tersendiri. Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda;
2. Diperbolehkan bagi musafir untuk mengqoshor sholat dzuhur, ashar, dan isya menjadi 2 rakaat saja. Allah Ta'ala berfirman;
3.Untuk kebolehan qoshor sholat, ada beberapa syarat yang hendaknya diperhatikan. Diantaranya;
Pertama, jarak safar tidak kurang dari 4 burd / 16 farsakh. Jika dikonversikan setara dengan kurang lebih 84 km. Jika kurang, maka tidak boleh qoshor.
[HR.Bukhari, Malik, Asy-Syafii, Al-Baihaqi, dan selainnya secara mauquf kepada Ibnu Abbas & Ibnu Umar]
Kedua, kebolehan qoshor yg berlaku di tengah perjalanan adalah ketika sudah keluar dari sūr al-balad (pada hari ini bisa kita anggap sebagai batas kota). Oleh karenanya, sebelum keluar dari batas kota tidak boleh qoshor.
Ketiga, ketika sudah sampai di kota tujuan safar (sūr balad) masih boleh qoshor disana selama dia tinggal tidak lebih dari 3 hari di luar hari kedatangan dan hari kepulangan. Jika dia niat untuk tinggal ditujuan safar lebih dari itu, maka tidak boleh qoshor ketika sudah masuk batas kota tujuan.
Keempat, tidak bermakmum kepada orang yang shalat secara sempurna (empat rakaat). Atau kepada orang yang ragu apakah imamnya musafir atau bukan. Jika dia lakukan, maka tidak boleh shalat qoshor.
4. Diperbolehkan juga saat safar untuk jamak shalat (dzuhur dengan ashar, dan maghrib dengan isya'). Dengan syarat-syarat yang sama saat qoshor tadi.
5. Diantara rukhshoh atau kebolehan saat safar adalah, boleh tidak shalat jamaah, boleh tidak shalat jumat, boleh tidak puasa wajib, boleh mengusap di atas khuff.
6. Segala macam kebolehan dalam safar di atas adalah rukhshoh atau keringanan ibadah. Dan yang utama shalat secara biasa jika mudah dan memungkinkan, karena shalat sempurna adalah asal.
Wallahu Ta'ala A'lam
29 Desember 2022
1. Safar adalah satu bagian dari siksaan tersendiri. Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda;
السَّفَرُ قِطْعَةٌ مِنَ العَذَابِ، يَمْنَعُ أحَدَكُمْ طَعَامَهُ وشَرَابَهُ ونَوْمَهُ، فَإِذَا قَضَى نَهْمَتَهُ، فَلْيُعَجِّلْ إلى أهْلِهِ
"Safar adalah sepotong dari siksaan, karena safar menghalangi seseorang dari makannya, minumnya, dan tidurnya. Jika dia telah menyelesaikan urusannya, bersegeralah kembali kepada keluarganya."
[HR.Bukhari (1804), Muslim (1927)]
2. Diperbolehkan bagi musafir untuk mengqoshor sholat dzuhur, ashar, dan isya menjadi 2 rakaat saja. Allah Ta'ala berfirman;
وَإِذَا ضَرَبْتُمْ فِي الْأَرْضِ فَلَيْسَ عَلَيْكُمْ جُنَاحٌ أَن تَقْصُرُوا مِنَ الصَّلَاةِ إِنْ خِفْتُمْ أَن يَفْتِنَكُمُ الَّذِينَ كَفَرُوا ۚ إِنَّ الْكَافِرِينَ كَانُوا لَكُمْ عَدُوًّا مُّبِينًا
"Dan jika kalian melakukan perjalanan di bumi maka tidak ada masalah kalian mengqoshor sholat, jika kalian khawatir atas orang-orang kafir. Sesungguhnya orang kafir adalah musuh yang nyata bagi kalian."
[QS An-Nisa; 101]
3.Untuk kebolehan qoshor sholat, ada beberapa syarat yang hendaknya diperhatikan. Diantaranya;
Pertama, jarak safar tidak kurang dari 4 burd / 16 farsakh. Jika dikonversikan setara dengan kurang lebih 84 km. Jika kurang, maka tidak boleh qoshor.
[HR.Bukhari, Malik, Asy-Syafii, Al-Baihaqi, dan selainnya secara mauquf kepada Ibnu Abbas & Ibnu Umar]
Kedua, kebolehan qoshor yg berlaku di tengah perjalanan adalah ketika sudah keluar dari sūr al-balad (pada hari ini bisa kita anggap sebagai batas kota). Oleh karenanya, sebelum keluar dari batas kota tidak boleh qoshor.
Ketiga, ketika sudah sampai di kota tujuan safar (sūr balad) masih boleh qoshor disana selama dia tinggal tidak lebih dari 3 hari di luar hari kedatangan dan hari kepulangan. Jika dia niat untuk tinggal ditujuan safar lebih dari itu, maka tidak boleh qoshor ketika sudah masuk batas kota tujuan.
Keempat, tidak bermakmum kepada orang yang shalat secara sempurna (empat rakaat). Atau kepada orang yang ragu apakah imamnya musafir atau bukan. Jika dia lakukan, maka tidak boleh shalat qoshor.
4. Diperbolehkan juga saat safar untuk jamak shalat (dzuhur dengan ashar, dan maghrib dengan isya'). Dengan syarat-syarat yang sama saat qoshor tadi.
5. Diantara rukhshoh atau kebolehan saat safar adalah, boleh tidak shalat jamaah, boleh tidak shalat jumat, boleh tidak puasa wajib, boleh mengusap di atas khuff.
6. Segala macam kebolehan dalam safar di atas adalah rukhshoh atau keringanan ibadah. Dan yang utama shalat secara biasa jika mudah dan memungkinkan, karena shalat sempurna adalah asal.
Wallahu Ta'ala A'lam
29 Desember 2022
Rumah nenek, Trenggalek Jawa Timur
Abu Harits Al-Jawi
_
Referensi:
Al-Manhaj Al-Qowim Syarh Masāil Ta'lim. Ibnu Hajar Al-Haitami. Surabaya, Nurul Huda. Tanpa tahun
Tidak ada komentar:
Posting Komentar