Hukum menggugurkan janin adalah haram secara mutlak, baik masih berupa darah, atau daging, atau sudah berbentuk manusia. Ini adalah hukum asalnya.
Berkata Imam Al-Ghozāli (w.505 H) dalam Ihya Ulumuddin (2/51) ;
وليس هذا كالإجهاض والوأد لأن ذلك جناية على موجود حاصل وله أيضاً مراتب وأول مراتب الوجود أن تقع النطفة في الرحم وتختلط بماء المرأة وتستعد لقبول الحياة وإفساد ذلك جناية فإن صارت مضغةً وعلقةً كانت الجناية أفحش وإن نفخ فيه الروح واستوت الخلقة ازدادت الجناية تفاحشاً
"Dan hal ini ('azl) tidak seperti aborsi atau mengubur bayi; karena hal tersebut adalah tindak kriminalitas terhadap makhluk yang sudah wujud (ada). Dan kewujudan ini pun memiliki beberapa fase; ketika masih menjadi air di dalam rahim dan sudah bercampur dengan air perempuan, dan sudah mulai berproses menjadi manusia hidup, maka merusaknya sudah masuk kriminalitas. Dan jika sudah menjadi segumpal daging atau darah, maka kriminalitasnya semakin berat. Dan jika janin sudah memiliki roh, dan berbentuk manusia, maka bertambah berat lagi tindak kriminalnya."
[ Ihyā Ulumuddīn. Abu Hāmid Muhammad bin Muhammad Al-Ghozāli. Beirut, Darul Ma'rifah ]
Dalam Al-Wāfi Syarh Arbain Nawawi (hal.26-27) disebutkan;
اتفق العلماء على تحريم إسقاط الجنين بعد نفخ الروح فيه و اعتبروا ذلك جريمة لا يحل للمسلم أن يفعله ... و أما إسقاط الجنين قبل نفخ الروح فيه فحرام أيضا و إلى ذلك ذهب أغلب الفقهاء و الدليل أحاديث صحيحة أفادت أن التخليق يبدأ في النطفة بعد أن تستقر في الرحم
"Para ulama telah bersepakat akan keharaman menggugurkan janin setelah ditiupkan ruh (setelah berumur 120 hari), dan ini adalah tindak kriminalitas yang tidak boleh seorang muslim melakukannya... Adapun menggugurkan janin sebelum adanya roh (sebelum umur janin 120 hari), maka juga haram. Dan ini pendapat mayoritas ahli fikih. Dalilnya adalah hadits-hadits yang shahih yang berkenaan bahwa penciptaan manusia dimulai sejak berupa air mani yang berada dalam rahim dan mulai berproses."
[ Al-Wāfī fī Syarh Al-Arba'īn An-Nawawī. Mushthofā Al-Bughō, Muhyiddīn Mistū. Beirut, Darul Kalim Ath-Thoyyib. Cetakan pertama. Tahun 2007 ]
***
Adapun hukuman bagi orang ataupun oknum petugas kesehatan yg mengaborsi, maka dikenai denda membayar budak untuk satu bayinya. Dalilnya hadits Abu Hurairah radhiyallahu anhu, berkata;
اقتتلت امرأتان من هذيل فرمت إحداهما الأخرى بحجر فقتلتها و ما في بطنها فاختصموا إلى النبي صلى الله عليه و سلم فقضى أن دية جنينها غرة عبد أو وليدة
"Dua wanita dari suku Hudzail berselisih, lalu salah satunya melemparkan batu kepada yang lain, hingga membunuhnya dan bayinya. Maka kaumnya pun berselisih tentang hukumannya, dan pergi menuju Nabi shallallahu alaihi wa sallam. Dan beliau menetapkan bahwa diyat janinya adalah budak laki-laki atau perempuan."
[ HR.Bukhari (6910), Muslim (1681) ]
Dan jika tidak ada budak (seperti zaman ini), maka diganti dengan membayar 5 onta. Dan jika tidak didapati onta, maka membayar seharga 5 onta. Dalam Al-Iqnā' (2/427) disampaikan;
فإن فقدت الغرة حسا بأن لم توجد أو شرعا بأن وجدت بأكثر من ثمن مثله فخمسة أبعرة بدلها لأنها مقدرة بها و هي لورثة الجنين على فرائض الله تعالى
"Maka jika tidak ada budak secara hiss (tidak ada budak sama sekali) atau syar'i (ada budak namun harganya sangat mahal melebihi harga wajar), maka diganti dengan 5 ekor onta, karena diyat janin ini muqoddaroh. Dan diyat ini dibayarkan kepada ahli waris janin tersebut."
[ Al-Iqnā' fi Halli Alfādz Abi Syujā'. Al-Khothib Asy-Syirbini. Beirut, Darul Kutub Al-Ilmiyyah ]
Maka, jika kita asumsikan harga seekor onta adalah Rp 30.000.000,- . Maka diyat aborsi untuk satu janin adalah Rp 150.000.000,- . Dan uang ini diberikan kepada ahli waris janin tersebut. Dan jika tindak aborsi ini dengan permintaan dari si ibu, maka si ibu tidak mendapatkan jatah waris tersebut, karena dia menjadi sebab aborsi tersebut. Namun dia tidak membayar diyat, karena dia mutasabbib bukan mubāsyir. Dalam nadzom mengatakan;
و متسبب عليه قدموا * مباشرا ...
Wallahu Ta'ala A'lam wa Ahkam
Jombang, 19 Safar 1445
Abu Hārits Danang Santoso Al-Jāwi
#fikihsyafii #fikihkriminalitas #fikihsosial
Tidak ada komentar:
Posting Komentar