Dalam hadits Abdullah bin Umar radhiyallahu anhuma, disebutkan oleh Ibnu Hajar dalam Bulughul Maram hadits ke-4, bahwa Nabi shallallahu alaihi wa sallam bersabda;
إذا بلغ الماء قلتين لم يحمل الخبث -و في لفظ- لم ينجس
"Jika air sudah mencapai dua qullah maka tidak akan membawa najis -dalam lafadz lain- tidak akan najis."
[ HR.Abu Dawud, Turmudzi, An-Nasai, dan Ibnu Majah ]
***
Sebagian ulama ada yang menghukumi hadits dua qullah ini dhoif. Seperti Ibnu Abdil Barr dalam At-Tamhīd (1/329) , Az-Zaila'i dalam Nashbur Rōyah (1/104-122), Ibnul 'Arobiy dalam 'Āridhotul Ahwadzi (1/74).
Alasannya bermacam-macam; ada yang menghukumi haditsnya ma'lūl, ada idhtirōb pada matannya, dan juga ada rowi yang dhoif dalam beberapa jalurnya.
Kendati demikian, banyak dari para huffādz hadits (ulama hadits) yang menshahihkan hadits ini. Diantaranya Ibnu Ma'īn, Ibnu Khuzaimah, Ibnu Hibban, Ad-Dāroquthni, Al-Baihaqi dan lainnya. Bahkan Al-Khoththōbi dalam Ma'ālimus Sunan Syarah Sunan Abi Dawud (1/36) mengatakan;
و كفى شاهدا على صحته أن نجوم الأرض من أهل الحديث قد صححوه و قالوا به و هم القدوة و عليهم المعول في هذا الباب
"Dan cukup menjadi saksi atas kesahihan hadits ini; para bintang di dunia dari kalangan ahli hadits yang sudah mensahihkannya. Mereka adalah panutan dalam hal ini dan rujukan dalam pembahasan ini."
***
Jika sudah nampak kesahihan hadits ini, maka perlu diketahui bahwa hadits ini menjadi dalil bahwa air terbagi menjadi dua macam; air sedikit dan air banyak. Air sedikit adalah air yang kurang dari dua qullah, berlandaskan dengan konteks (mafhūm khithōb) hadits di atas. Sedangkan air banyak adalah air yang mencapai dua qullah atau lebih berlandaskan dengan teks dari hadits di atas.
Dimana para fuqoha memberikan batasan, dua qullah itu sekitar kurang lebih 200 liter (bisa kurang bisa lebih).
Sedangkan madzhab Hanafī, berpendapat bahwa air sedikit atau banyak tidak ditentukan oleh qullah. Karena secara asal mereka tidak berpegang dengan hadits dua qullah. Namun mereka menggunakan 'urf (adat) dalam membatasi banyak atau sedikit. Dimana disebut sedikit jika disentuh air di satu ujung wadah, gelombangnya mencapai sisi yang berlawanan. Jika tidak mencapainya, maka dihukumi banyak.
Maka pembatasan madzhab Hanafi ini tertolak, karena adanya hadits yang shahih. Maka selama hadits yang shahih sebagai sandaran, urf tidak berlaku jika bertentangan dengannya.
***
Jika demikian adanya, maka para fuqoha menyampaikan. Bahwa air yang sedikit ketika kemasukan najis akan otomatis menjadi najis meski tidak ada berubah sama sekali. Karena sifat air yang sedikit adalah hamlu khobats (membawa najis) atau secara otomatis menjadi najis, sesuai mafhūm (konteks) hadits dua qullah yang menyampaikan lā yanjus (tidak najis) jika dua qullah atau banyak airnya. Dan jika airnya banyak, maka tidak otomatis jadi najis kecuali ada yang berubah salah satu dari tiga sifat airnya; warna, bau, dan rasa.
Kendati demikian, boleh kita dalam hal ini bertaqlid kepada madzhab Maliki yang berpendapat, tidak memandang air banyak atau sedikit. Karena bagi mereka, hadits dua qullah tidak bisa menjadi hujjah. Sehingga air berapapun jumlahnya, tidak otomatis najis kecuali kalau ada yang berubah dari sifat airnya karena najis.
Wallahu Ta'ala A'lam
***
Jombang, 11 Rabiul Awwal 1445
Abu Harits Danang Santoso
#fikihhadits #bulughulmaram #fikihibadah
***
REFERENSI:
2. Ibānatul Ahkām Syarh Bulūghul Marām. Abdussalam Alusy. Hasan Sulaiman An-Nūri. Alwi Abbas Al-Māliki. Mesir, Darul Alamiyyah.
3. Fathul Muīn. Zainuddīn Al-Millibāri. Jakarta, Darul Kutub Al-Islamiyyah.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar