Jumat, 27 Oktober 2023

HUKUM FIKIH MENGHAPUS TATO

Tatto terbagi menjadi dua dalam hal ini;


Pertama, tato yang dibuat dengan melukai kulit hingga mengeluarkan darah. Lalu diberikan tinta tato ke luka tersebut hingga darahnya bercampur dengan tinta dan mengering.

Kedua, tinta yang dibuat tanpa mengeluarkan darah. Seperti dengan laser atau tempel.

**

Maka, untuk tinta jenis pertama ini menjadi problem bagi seorang muslim yang wajib shalat. Pasalnya, darahnya tersebut bercampur dengan tinta yg menempel pada tubuhnya. Sehingga tinta tadi hukumnya pun najis karena bercampur najis.

Konsekuensinya, dia wajib untuk menghilangkan tatonya tadi. Jika tidak, membuat shalatnya tidak sah karena pada badannya ada benda najis yang menempel (mahmūl bihi).

Namun hukum kewajiban ini menjadi gugur dalam beberapa kondisi;

Pertama, jika dikhawatirkan akan timbul efek buruk ketika dia menghilangkan tato. Seperti menimbulkan penyakit, atau membuat penyakit yg sudah dideritanya semakin parah atau semakin lama sembuh, atau meninggalkan bekas luka buruk di tempat-tempat yg biasa terlihat seperti wajah atau tangan. Diistilahkan dengan mahdzūrōt at-tayammum.

Kedua, jika dia adalah orang yang tidak ada kewajiban untuk shalat sama sekali. Misal anak kecil yang belum baligh atau orang yang hilang akal. Karena kewajiban menghapus ini berhubungan dengan keabsahan shalat.

Ketiga, jika tato berada pada tubuh jenazah, maka tidak ada kewajiban untuk menghilangkannya. Bahkan sebagaian fuqoha mengharamkannya, karena merusak kehormatan jenazah muslim.

Keempat, ketika mentato dalam kondisi terpaksa. Semisal berada di bawah tekanan dan ancaman orang lain. Diisitilahkan dengan muta'addi bihi. Hal ini menurut pendapat Syamsuddin Ar-Romli, maka boleh dihilangkan secara mutlak. Menurut Ibnu Hajar, tidak ada beda sama sekali, entah tato dengan suka rela atau paksaan, maka dilihat apakah ada kemudaratan atau tidak saat dihilangkan.

Kelima, kondisi tato sudah tertutup dengan daging atau kulit yang baru, maka tidak wajib. Hanya saja ini berlaku bagi orang yang bertato karena paksaan bukan karena sukarela.

***

Dalam Muqoddimah Hadromiyyah disebutkan;

و تجب إزالة الوشم إن لم يخف محذورا من محذورات التيمم

"Dan wajib menghilangkan tato jika tidak khawatir kemudhorotan yang memperbolehkan tayammum."

Dalam Al-Manhaj Al-Qowim (Cet.Nurul Huda Surabaya, hal.51) disebutkan;

و تجب إزالة الوشم لحمله نجاسة ... إن لم يخف محذورا من محذورات التيمم .. وإن لم يتعدى به بأن فعل به مكرها و هو غير مكلف خلافا لجمع
"Dan wajib menghilangkan tato karena dia dihukumi membawa najis ... jika tidak dikhawatirkan kemudorotan yang memperbolehkan tayammum .. dan ini berlaku jika mentato ghoiru muta'addi; dimana dia mentato karena paksaan atau bukan mukallaf, berbeda dengan pendapat sebagian ulama lain.

Sedangkan dalam Busyrol Karīm (cet.Darul Mukhtar Surabaya, hal.90) disebutkan;

و إن لم تجب إزالته مطلقا عند رم و في التحفة تجب إن لم يخف حصول مشقة و إن لم تبح التيمم و حيث لم تجب إزالته يعفى عنه
"(Bagi muta'addi ) dan tidak wajib menghilangkan tato secara mutlak menurut Imam Romli, dan dalam Tuhfah Ibnu Hajar, tetap wajib menghilangkan jika tidak khawatir adanya kesulitan, dan jika tidak menimbulkan mudorot tayammum. Dan jika tidak wajib menghilangkannya, maka dia dimaafkan."

***

Adapun jenis tato yang kedua, maka yang tampak dia tidak mempengaruhi keabsahan shalat sama sekali, sehingga tidak wajib untuk menghilangkannya. Namun tetap berdosa karena tasyabbuh (menyerupai) ciri-ciri khusus orang fasiq.

Wallahu Ta'ala A'lam

Jombang, 12 Safar 1445
Abu Harits Al-Jāwi

t.me/fiqhgram

#fikihsyafii #fikihshalat #muqoddimahhadromiyyah

Tidak ada komentar:

Posting Komentar