Hukum asal dalam masalah bekas air mandi atau wudhu secara syar'i, yang sunnah adalah tidak dikeringkan sebagaimana ibarat Nawawi dalam Minhajut Tholibin; baik dengan alat seperti handuk ataupun dengan tangan saja. Hal ini didasari hadits Maimunah radhiyallahu anha yang shahih;
فأتيته بالمنديل فرده فجعل ينفض الماء بيده
"Lalu aku bawakan kain maka beliau menolaknya, dan beliau pun mengibaskan air menggunakan tangannya."Kemudian, jika tetap dilakukan tanpa ada udzur, bagaimana hukumnya ? Maka yang menjadi pendapat jumhur ahli fikih mutaakhirin, hal tersebut berhukum makruh. Sebagaimana disebutkan oleh para pensyarah Al-Minhaj dan muhasyi-nya. Penulis Yaqut Nafis pun memasukkannya dalam rumpun makruhāt wudhū'.
Hanya saja sebagian ahli fikih berpendapat, jika dilakukan maka hukumnya mubah. Mereka beralasan dengan hadits Maimunah di atas. Serta hadits Salman Al-Farisi radhiyallahu anhu dalam Sunan Ibnu Majah;
كان رسول الله صلى الله عليه و سلم توضأ فقلب جبة صوف كانت عليه فمسح بها وجهه
"Bahwa Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam berwudhu lalu membalikkan jubbah wol yang beliau pakai dan mengusap wajahnya (dari air bekas wudhu -edt)."Maka, jika Nabi shallallahu alaihi wa sallam melakukannya, tentu tidaklah perbuatan tersebut dihukumi makruh, akan tetapi mubah. Demikian pendapat Al-Athor dalam Syarah Umdatul Ahkam, juga Ibnu Mulaqqin.
Namun, bisa dijawab bahwa kemakruhan ini dikuatkan dengan sebuah riwayat dari Abu Hurairah radhiyallahu anha secara marfu';
لَا تَنْفضُوا أيْدِيَكُمْ فإنَّها مَراوِحُ الشَّيْطانِ
"Jangan keringkan tangan-tangkan kalian, sesungguhnya hal tersebut menjadi kesejukan bagi setan."Hadits ini diriwayatkan oleh Ibnu Hibban dalam Ad-Dhu'afa (1/204), Abu Hatim dalam Al-Ilal dan beliau berkata; hadits ini munkar. Juga diriwayatkan oleh As-Suyuthi dalam Al-Jami' As-Shoghir (1884).
Maka kita tahu hadits ini tingkat kedhoifannya cukup parah, bahkan disebutkan ada perawi yang munkar. Tentu tak dapat menjadi hujjah sama sekali bahkan dalam urusan fadhilah amal (kesunnahan).
Namun, pendapat mayoritas ashab masih punya alasan lain, yakni mengenai definisi makruh itu sendiri. Jika setiap hal yang menyelisihi hukum sunnah secara fikih dikategorikan makruh, maka tentu mengeringkan bekas mandi atau bersuci ini bisa dimasukkan dalam kategori tadi. Karena yang sunnah adalah tidak mengeringkan, maka mengeringkan hukumnya makruh. Kecuali kalau kita katakan bahwa tidak mengeringkan bukan sunnah secara asal, dan ini pendapat di luar madzhab secara asal, seperti pendapat madzhab Hambali. Olehnya, kemakruhan ini tetap menjadi pendapat madzhab yang dipilih jumhur ashab, dengan alasan mukholafatus sunnah (menyelisihi yang hukumnya sunnah).
Dan jika dikatakan, berarti Nabi shallallahu alaihi wa sallam melakukan hal makruh ?! Maka dijawab, hal tersebut makruh bagi umatnya, dan tidak berlaku bagi beliau. Karena posisi beliau adalah sedang memberi penjelasan akan hukum tersebut yang tidak sampai derajat haram. Sebagaimana dalam riwayat bahwa beliau juga pernah minum sambil berdiri, atau kencing sambil berdiri yang kesemuanya ini secara fikih dihukumi makruh.
Wallahu Ta'ala A'lam
Abu Harits Al-Jawi
t.me/fiqhgram
#faedahkajian #bulughulmaram #janganberhentingaji #fikihhadits
***
Simak kajian kitab Bulughul Maram disini >> Kajian Bulughul Maram
#faedahkajian #bulughulmaram #janganberhentingaji #fikihhadits
***
Simak kajian kitab Bulughul Maram disini >> Kajian Bulughul Maram
Tidak ada komentar:
Posting Komentar