Minggu, 28 Januari 2024

ATIROH, SUNNAH SEMBELIHAN DI BULAN RAJAB



Atiroh dalam bahasa lain disebut rojabiyah. Secara istilah dia adalah sembelihan yang dilakukan di bulan Rajab, dengan niat taqorrub kepada Allah Ta'ala dan sedekah dengan daging dari hewan sembelihan tersebut. Pada mulanya, dia adalah sebuah tradisi arab Jahiliyyah; dimana setiap bulan Rajab mereka menyembelih hewan dengan niat untuk dipersembahkan kepada tuhan-tuhan Jahliliyyah (selain Allah). Sebagaimana hal ini disampaikan oleh Imam Syafii, dimana beliau berkata;


وَالْعَتِيرَةُ  هِيَ الرَّجِبِيَّةُ وَهِيَ ذَبِيحَةٌ كَانَ أَهْلُ الْجَاهِلِيَّةِ يَتَبَرَّرُونَ بِهَا فِي رَجَبَ
"Dan atiroh yaitu rojabiyyah adalah sembelihan yang dahulu orang Arab jahiliyah melakukannya secara khusus di bulab Rajab."
[ As-Sunan Al-Ma'tsuroh. Abu Bakr Al-Baihaqi. (Hal,412) ]

Ketika datang Islam, maka syariat tidak menghapus atiroh ini secara menyeluruh. Dalam artian, seorang muslim masih boleh menyembelih di bulan Rajab dengan niat taqorrub kepada Allah Ta'ala dan sedekah dengan dagingnya. Sebagaimana sabda Nabi shallallahu alaihi wa sallam;


الْعَتِيرَةُ حَقٌّ

"Atiroh adalah benar adanya."

[ HR.An-Nasai (4225), Ahmad (6713), Al-Baihaqi dalam Sunan Kubro-nya (19342) ]


Juga riwayat yang lain dari sahabat Mikhnaf ibn Salim beliau berkata, ketika kami sedang wuquf bersama Nabi shallallahu alaihi wa sallam di Arafah, aku mendengar beliau bersabda ;


يَا أَيُّهَا النَّاسُ، عَلَى كُلِّ أَهْلِ بَيْتٍ فِي كُلِّ عَامٍ أُضْحِيَّةٌ وَعَتِيرَةٌ، هَلْ تَدْرُونَ مَا العَتِيرَةُ؟ هِيَ الَّتِي تُسَمُّونَهَا الرَّجَبِيَّةَ

"Wahai sekalian manusia, setiap keluarga di setiap tahunnya hendaknya berkurban dan 'atiroh. Apakah kalian tahu apa itu 'atiroh ? Yaitu yang biasa kalian sebut dengan istilah Rojabiyyah (sembelihan di bulan Rajab)."

[ HR Tirmidzi (1518), Abu Dawud (2788), Ibnu Majah (3125) ]


Maka ini adalah pendapat mu'tamad dalam madzhab Syafii. Dimana seseorang diperbolehkan bahkan dianjurkan untuk menyembelih hewan sembelihan di bulan Rajab, lalu dagingnya untuk makan bersama keluarga dan disedekahkan kepada yang lainnya. Dan sembelihan disini tidak seperti hukum kurban di bulan haji, sehingga tidak ada ketentuan hewan khusus atau spesifikasi tertentu.


Namun, ada juga pendapat lain yang menyatakan hukumnya adalah makruh. Berlandaskan riwayat Abu Hurairah radhiyallahu anhu, beliau berkata;


نَهَى رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَنِ الْفَرَعِ، وَعَنِ الْعَتِيرَةِ،  وَقَالَ الْآخَرُ: ((لَا فَرَعَ، وَلَا عَتِيرَةَ))

"Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam melarang dari far'u (menyembelih anak onta pertama yang dipersembahkan kepada tuhan orang musyrik Jahiliyyah untuk mendapat keberkahan onta induknya -edt) dan 'atiroh. -dalam lafadz yang lain Nabi shallallahu alaihi wa sallam bersabda- ((Tidak ada fa'ru tidak juga 'atiroh))."

[ HR.An-Nasai dalam Sunan Kubro-nya (4535) ]


Imam Ar-Rofii (w.623 H) mengatakan;

في كتاب القاضِي ابْنِ كَجٍّ، وغيرِه اختِلاَفٌ فيها؛ فَعَنْ بعضِ الأصْحاب: أنهما مَكْرُوهان؛ عن ظَاهِرِ الخبر. وعن بَعْضِهم: أنه لا كراهةَ فيهِما والمنعُ رَاجِعٌ إلى ما كانوا يَفْعَلُونَ، وهو الذبحُ لآلِهَتِهم

"Dalam kitab Al-Qodhi Ibnu Kaj (w.405 H, pembesar fuqoha Syafiiyyah -edt) dan lainnya diriwayatkan ada khilaf diantara ulama Syafiiyyah (mutaqoddimin -edt); ada yang berpendapat keduanya (far'u dan atiroh) adalah makruh sebagaimana dhohir daripada hadits (Abu Hurairah di atas -edt). Dan sebagian lain berpendapat, tidak dimakruhkan sama sekali untuk keduanya, sedangkan larangan dalam hadits ditafsirkan atas perbuatan orang Jahiliyyah terdahulu saja yang menyembelih untuk tuhan-tuhan mereka."

[ Al-Aziz bi Syarhil Wajiz. Abdul Karim Ar-Rofi'i. (12/121) ]


Jika demikian, apakah jawaban dari madzhab Syafii yang mu'tamad yang menyatakan bahwa atiroh tidak terlarang sama sekali, sedangkan dalam hadits Abu Hurairah radhiyallahu anhu sangat jelas larangannya ? Maka disini madzhab memiliki tiga jawaban;


Pertama, maksudnya dari penafian atiroh dalam hadits adalah menafikan kewajibannya, karena atiroh di masa Islam hukumnya mustahab saja. Hal ini disampaikan langsung oleh Imam Syafii dimana beliau berkata;

وَقَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: «لَا عَتِيرَةَ»  عَلَى مَعْنَى لَا عَتِيرَةَ لَازِمَةٌ

"Dan sabda Nabi shallallahu alaihi wa sallam yang menyatakan bahwa ((Tidak ada 'atiroh)), maksudnya tidak ada 'atiroh yang hukumnya wajib dan harus."

[ As-Sunan Al-Ma'tsuroh. Abu Bakr Al-Baihaqi. (Hal,402) ]


Kedua, penafian atiroh juga fa'ru dalam hadits ini menafikan tindakan Jahiliyyah yang menyembelih untuk selain Allah, dimana mereka menyembelih untuk tuhan-tuhan Jahiliyyah. Sedangkan di masa Islam, boleh saja ketika menyembelih hewan karena Allah Ta'ala semata.


Ketiga, penafian atiroh disini adalah menafikan hukum sunnahnya yang berada di level hukum kurban di bulan haji. Yang mana kurban di idul adha hukumnya sunnah muakkadah, sedangkan atiroh sifatnya dibolehkan saja, atau sunnah yang biasa saja tidak sampai muakkadah.


Dan tambahan jawaban kedua serta ketika di atas, disebutkan oleh Imam An-Nawawi (w.676 H) dimana beliau berkata;


وَالصَّحِيحُ عِنْدَ أَصْحَابِنَا وَهُوَ نَصُّ الشَّافِعِيِّ اسْتِحْبَابُ الْفَرَعِ و العتيرة  وأجابوا عن حديث لافرع ولاعتيرة    بِثَلَاثَةِ أَوْجُهٍ أَحَدُهَا جَوَابُ الشَّافِعِيِّ السَّابِقُ أَنَّ الْمُرَادَ نَفْيُ الْوُجُوبِ وَالثَّانِي أَنَّ الْمُرَادَ نَفْيُ ماكانوا يَذْبَحُونَ لِأَصْنَامِهِمْ وَالثَّالِثُ أَنَّهُمَا لَيْسَا كَالْأُضْحِيَّةِ فِي الِاسْتِحْبَابِ أَوْ فِي ثَوَابِ إِرَاقَةِ الدَّمِ فَأَمَّا تفرقة اللحم على المساكين فبر وصدقة

"Dan pendapat yang shahih dalam madzhab dan nash langsung dari Imam Syafii, tentang kesunnahan far'u dan atiroh. Adapun jawaban atas hadits ((Tidak ada far'u juga atiroh)) maka bisa dijawab dari tiga sisi; pertama, jawaban langsung Imam Syafii bahwa maksudnya menafikan kewajiban. Kedua, bahwa maksudnya menafikan perbuatan orang Jahiliyyah yang menyembelih untuk tuhan mereka. Ketiga, maksudnya menafikan hukumnya tidak seperti kurban idul adha dari sisi kesunnahan ataupun menumpahkan darahnya. Adapun membagikan daging kepada fakir miskin, maka ini bernilai kebaikan dan sedekah."

[ Al-Minhaj Syarah Shahih Muslim Ibnil Hajjaj. Yahya bin Syaraf An-Nawawi. (13/137) ]


Mojokerto, 17 Rajab 1445 H

Abu Harits Danang Santoso Al-Jawi

https://linktr.ee/fiqhgram


Tidak ada komentar:

Posting Komentar