Selasa, 20 Februari 2024

HUKUM BERKUMUR & MENGHIRUP AIR KE HIDUNG BAGI ORANG PUASA


Disunnahkan bagi orang yang berpuasa untuk berkumur dan menghirup air berdasarkan hadits Laqith Radhiyallahu ‘Anhu: 


وبالغ في الاستنشاق إلا أن تكون صائما


"Bersungguh-sungguhlah dalam menghirup air kecuali jika engkau sedang berpuasa."

 

Dan dalam hadits lain: 

إذا توضأت فأبلغ في المضمضة والاستنشاق ما لم تكن صائما

"Jika engkau berwudhu, maka berkumurlah dan hiruplah air dengan sungguh-sungguh kecuali jika engkau sedang berpuasa."


Hadits ini disahihkan oleh Ibnu Qathan dan diriwayatkan oleh Ahmad tanpa menyebutkan berkumur.


Jika air berkumur dan menghirup air tanpa sengaja masuk ke dalam lubang badan (jauf) tanpa berlebihan melakukannya maka tidak membatalkan puasa karena hal itu terjadi karena sesuatu yang diizinkan. (hadits tentang kumur-kumur dan istinsyaq-pen)


Ketentuan tidak membatalkan puasa ini berlaku jika berkumur dan menghirup air dilakukan tanpa air masuk ke dalam lubang hidung atau mulut.


Jika berkumur atau menghirup air tidak dapat dilakukan kecuali harus menelan air, maka Ibnu Qasim berkata:


 لا يبعد حينئذ الفطر بالسبق منهما وعدم ندبهما بل حرمتهما, لأن مصلحة الواجب مقدمة على تحصيل المندوب, 

"Tidak jauh kemungkinan puasanya batal karena air tertelan dan berkumur serta menghirup air tidak disunnahkan, bahkan haram. Karena yang wajib didahulukan daripada mendapatkan yang sunnah."


Ibnu Qasim berkata: 

قال: ثم وقع البحث مع الرملي فوافق على ذلك. 

"Kemudian masalah ini didiskusikan bersama dengan Ar-Ramli dan dia setuju dengan pendapat ini."


Batasan berlebihan dalam menghirup air


Menurut kitab "At-Tuhfah," berlebihan diartikan sebagai memenuhi mulut atau hidungnya dengan air sehingga kemungkinan besar air akan tertelan.


Al-Basri berkata: 


ويظهر أن مثله ما لو كان الماء قليلا لكنه بالغ في إدارته في الفم وجذبه في الأنف إدارة وجذبا يسبق معهما الماء غالبا, وأيده ابن قاسم بظاهر كلامهم

"Kemungkinan hal yang sama berlaku jika airnya sedikit, tetapi orang tersebut berlebihan dalam memutarnya di mulut dan menariknya ke dalam hidung sehingga air kemungkinan besar akan tertelan."


Ibnu Qasim mendukung pendapat ini berdasarkan yang nampak dari pendapat para ulama.


Adapun jika:


1. Memasukkan air ke hidung atau mulut tanpa ada tujuan (wudhu-pen)

2. Air masuk ke dalam lubang hidung atau mulut karena mandi dengan tujuan menyegarkan badan (tabarud) atau membersihkan badan sebagaimana disebutkan dalam kitab At-Tuhfah

3. Air kumur-kumur dan air hirup ke hidung tertelan pada kali keempat 

4. Berlebihan dalam berkumur dan menghirup air (sehingga air masuk ke mulut atau hidung-pen)


Maka puasanya batal. 


Hal ini karena semua tindakan tersebut tidak diperintahkan, bahkan dilarang seperti pada contoh kasus basuhan wudhu yang keempat dan saat berlebihan dalam berkumur serta menghirup air ke hidung.


Jika air dari mandi besar karena sebab haid, nifas, janabah, atau mandi-mandi yang disunnahkan maka puasanya tidak batal.


Hal ini sebagaimana dijelaskan oleh Syihab Ar-Ramli. Putra beliau, Syams Ar-Ramli berkata: 


ومنه يؤخذ أنه لو غسل أذنيه في الجنابة ونحوها فسبق الماء إلى الجوف منهما لا يفطر, ولا نظر إلى إمكان إمالة الرأس بحيث لا يدخل شيء لعسره

"Dari penjelasan ini dapat dipahami bahwa jika seseorang mencuci telinganya atau semisalnya saat mandi wajib dan airnya masuk ke dalam lubang telinga, maka puasanya tidak batal. Tidak perlu juga memperhitungkan kemungkinan memiringkan kepala agar air tidak masuk karena hal itu sulit dilakukan."


Pendapat ini juga didukung oleh Al-Malibari (penulis Fathul Muin-pen). Ar-Ramli berkata: 


وينبغي كما قاله الأذرعي أنه لو عرف من عادته أنه يصل منه إلى جوفه أو دماغه بالانغماس ولا يمكنه التحرز عنه أن يحرم الانغماس, ويفطر قطعا, نعم محله إذا تمكن من الغسل لا على تلك الحالة, وإلا فلا يفطر فيما يظهر

"Sebagaimana dikatakan oleh Al-Adzra’i, jika seseorang mengetahui bahwa air akan masuk ke dalam lubang-lubang tubuhnya atau otaknya saat dia berendam, sedangkan dia tidak dapat menghindarinya, maka berendam hukumnya haram dan puasanya pasti batal. Benar, hukum ini berlaku jika dia mampu mandi dengan cara lain.  Jika tidak (hanya bisa mandi dengan berendam-pen) maka puasanya tidak batal sesuai dengan yang nampak (dari kaidah fikih-pen)"


***

🔗 Diterjemahkan secara bebas dari tulisan Syaikh Said al-Jabiry -حفظه الله- (https://t.me/saeed_algabry/4826)

Alih bahasa oleh Ahmad Reza Lc


🔔 Klik https://linktr.ee/fiqhgram untuk mendapatkan update khazanah fikih Islam dan faedah dari Fiqhgram.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar