Jumat, 09 Februari 2024

HUKUM MENGGAMBAR SECARA RINCI

 


Perlu kita fahami bersama, dalil-dalil dalam hadits menunjukkan secara gamblang, bahwa hukum menggambar pada asalnya adalah haram. Diantara yang menunjukkan hal tersebut, hadits Abdullah ibn Mas'ud radhiyallahu anhu, bahwa Nabi shallallahu alaihi wa sallam bersabda;


إِنَّ أَشَدَّ النَّاسِ عَذَابًا عِنْدَ اللهِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ الْمُصَوِّرُونَ
"Sesungguhnya manusia yang paling berat siksanya para hari kiamat di sisi Allah adalah para tukang gambar."
[ HR.Bukhari (5950), Muslim (2109), An-Nasai (5364) ]

Juga hadits Aisyah radhiyallahu anha bahwa Nabi shallallahu alaihi wa sallam juga bersabda;


إِنَّ أَصْحَابَ هَذِهِ الصُّوَر يُعَذَّبُونَ يَوْمَ الْقِيَامَةِ، وَيُقَالُ لَهُمْ: أَحْيُوا مَا خَلَقْتُمْ، وَقَالَ: إِنَّ الْبَيْتَ الَّذِي فِيهِ الصُّوَرُ لَا تَدْخُلُهُ الْمَلَائِكَةُ
"Sesungguhnya pembuat gambar-gambar ini kelak akan disiksa pada hari kiamat. Dikatakan kepada mereka, 'Hidupkan apa yang dulu kalian ciptakan.' (Lalu beliau bersabda) Sesungguhnya rumah yang didalamnya ada gambar-gambar ini, malaikat tidak akan memasukinya."
[ HR.Bukhari (5961) ]

Berkata Al-Khothib As-Syirbini;

(وَيَحْرُمُ  تَصْوِيرُ حَيَوَانٍ)  لِلْحَدِيثِ الْمَارِّ؛ وَلِمَا فِيهِ مِنْ مُضَاهَاةِ خَلْقِ اللَّهِ تَعَالَى
"Dan haram hukumnya menggambar makhluk bernyawa berdasarkan hadits yang telah berlalu; karena di dalam perbuatan tersebut ada sisi menyerupai menciptakan makhluk Allah Ta'ala."
[ Mughnil Muhtaj. Al-Khothib As-Syirbini. 

Bahkan Imam Nawawi menyebutkan bahwa menggambar ini termasuk dosa besar. Dimana beliau berkata;

قال العلماء: تصوير الحيوان حرام شديد التحريم وهو من الكبائر لأنه متوعد عليه بهذا الوعيد الشديد وسواء صنعه لما يمتهن أم لغيره، وسواء كان في ثوب أو بساط أو درهم أو دينار أو فلس أو إناء أو حائط أو غيرها
"Berkata para ulama; menggambar hewan hukumnya haram dan sangat diharamkan, bahkan termasuk dosa besar. Karena pelakunya terancam dengan ancaman yang keras. Hal ini berlaku, sama saja apakah gambarnya dipakai untuk hal yang dihinakan atau dimuliakan. Dan hal ini sama saja hukumnya, apakah menggambar di pakaian, alas, mata uang, wadah, tembok, dan selainnya."
[ Syarah Shahih Bukhari. Al-Qisthilani. (8/481) ]

Namun hukum keharaman menggambar ini harus memenuhi dua syarat;

Pertama, gambar tersebut adalah gambar makhluk bernyawa (manusia dan hewan). Maka, jika gambarnya adalah benda mati; hukumnya mubah. Imam Nawawi berkata;

وأما تصوير ما ليس فيه صورة حيوان فليس بحرام
"Adapun menggambar sesuatu yang bukan makhluk bernyawa; maka tidaklah haram hukumnya."
[ Syarah Shahih Bukhari. Al-Qishthilani. (8/481) ]


Kedua, gambar tersebut digambar secara lengkap, atau tidak lengkap namun masih ada sisi kemungkinan bisa hidup ketika diwujudkan di dunia nyata. Dalilnya adalah ucapan sahabat Ibnu Abbas radhiyallahu anhuma;


الصُّورَةُ الرَّأْسُ فَإِذَا قُطِعَ الرَّأْسُ فَلَيْسَ بِصُور
"Gambar adalah kepala, jika dipotong kepalanya maka bukan disebut gambar lagi (yang terlarang -edt)."
[ As-Sunan Al-Kubra, Abu Bakr Al-Baihaqi, (Beirut : Darul Kutub Al-Ilmiyyah, (7/441) ]


Al-Khothib As-Syirbini mengatakan;


قَالَ الْمُتَوَلِّي: وَسَوَاءٌ أَعَمِلَ لَهَا رَأْسًا أَمْ لَا خِلَافًا لِأَبِي حَنِيفَةَ - رَضِيَ اللَّهُ تَعَالَى عَنْهُ -. وَقَالَ الْأَذْرَعِيُّ: إنَّ الْمَشْهُورَ عِنْدَنَا جَوَازُ التَّصْوِيرِ إذَا لَمْ يَكُنْ لَهُ رَأْسٌ لِمَا أَشَارَ إلَيْهِ الْحَدِيثُ مِنْ قَطْعِ رُءُوسِهَا اهـ. وَهَذَا هُوَ الظَّاهِرُ
"Al-Mutawalli berpendapat hukumnya haram baik dengan kepala atau tanpa kepala, berbeda halnya dengan pendapat Abu Hanifah. Al-Adzra'i mengatakan; yang masyhur dalam madzhab Syafii bahwa boleh hukumnya jika tanpa kepala, sebagaimana telah diisyaratkan dalam riwayat memotong bagian kepala. (selesai nukilan) (Khothib Syirbini menyatakan -edt) Dan pendapat inilah yang tampak kuat."
[ Mughnil Muhtaj. (4/409) ]


Ibnu Hajar Al-Haitami mengatakan;


وَخَرَجَ بِحَيَوَانٍ تَصْوِيرُ مَا لَا رَأْسَ لَهُ فَيَحِلُّ خِلَافًا لِمَا شَذَّ بِهِ الْمُتَوَلِّي وَكَفَقْدِ الرَّأْسِ فَقْدُ مَا لَا حَيَاةَ  بِدُونِهِ
"Dan tidak termasuk dalam ucapan penulis (hayawan / makhluk bernyawa) adalah menggambar sesuatu yang tidak memiliki kepala maka menggambarnya hukumnya mubah. Berbeda dengan pendapat Al-Mutawalli yang cukup keras dalam masalah ini (tetap haram meski tanpa kepala -edt). Dan wujud gambar tanpa kepala juga berlaku hukum mubahnya pada wujud gambar yang tidak mungkin dihidupkan di dunia nyata (seperti hanya gambar kepala saja, atau kepala dan leher saja, dan semisalnya -edt)."
[ Tuhfatul Muhtaj wa Hasyiyah Syarwani wa Abbadi. (7/434) ]


Al-Bujairimi mengatakan:

وَكَقَطْعِ الرَّأْسِ هُنَا فَقْدُ كُلِّ مَا لَا حَيَاةَ بِدُونِهِ. وَقَضِيَّةُ ذَلِكَ أَنَّ فَقْدَ النِّصْفِ الْأَسْفَلِ كَفَقْدِ الرَّأْسِ؛ لِأَنَّهُ لَا حَيَاةَ لِلْحَيَوَانِ بِدُونِهِ، وَبِهِ صَرَّحَ ح ل
"Dan sama halnya menggambar tanpa kepala; menggambar sesuatu yang tidak mungkin hidup di dunia nyata. Dari penjelasan ini, maka menggambar makhluk bernyawa tanpa disertai separuh tubuhnya bagian bawahnya (hanya menggambar setengan badan atas) maka hukumnya seperti menggambar tanpa kepala. Karena tidak mungkin makhluk hidup bisa hidup hanya dengan setengah badan. Dan demikian juga yang dijelaskan oleh Al-Halabi."
[ Hasyiyah Al-Bujairimi 'ala Al-Khothib (Iqna'). (3/458) ]


Adapun hukum fotografi modern, maka yang nampak dalam masalah ini adalah boleh (namun jika tidak perlu sebaiknya dikurangi) selama bukan foto-foto yang terlarang misal seperti dengan tampaknya aurot atau pornografi; maka haram hukumnya. Meskipun dalam hal ini ada silang pendapat dari para ulama. Sebagaimana difatwakan oleh Syaikh Nuh Ali Salman (w.1432 H) mufti Yordania di zamannya, dengan alasan fotografi bukan menggambar, karena tidak dibutuhkan keterampilan khusus. [ baca disini ] Sebagian guru kami juga menyampaikan, bahwa fotografi juga mirip dengan kaca, dimana dia hanya mengabadikan suatu pantulan gambar seperti cermin.

Adapun hukum menggambar dengan bantuan aplikasi ataupun Ai (Artificial Intelligence), maka sebagian ulama menyamakan hukumnya dengan menggambar dengan tangan. Oleh karenanya berlaku hukumnya sesuai dengan syarat-syarat yang dibahas sebelumnya. Seperti yang disampaikan oleh Syaikh Sholeh Al-Munajjid;

رسم الصور عن طريق الذكاء الاصطناعي، بحيث يأمر الإنسان الجهاز برسم شيء ما، فيقوم بما يأمره به، يأخذ حكم الرسم؛ إذ لا فرق بين أن يرسم بالقلم، أو عبر الكمبيوتر، بنفسه، أو بغيره
"Gambar dengan Ai dimana manusia memerintahkan alat untuk menggambar sesuatu, maka dia melakukannya. Maka hukumnya sama dengan menggambar biasa; dimana tidak ada beda antara menggambar dengan pena, atau lewat komputer baik dia sendiri yang menggambar atau aplikasi di dalamnya."

Hal senada juga disampaikan dalam fatwa Islamweb dibawah otoritas Kantor Urusan Dakwah dan Bimbingan Islam Qatar. [ Baca disini ] Wallahu ta'ala a'lam.

Catatan:
Pembahasan disini hanya tentang hukum menggambar saja. Adapun tentang menyimpan atau memiliki atau mempergunakan gambar atau barang yang sudah ada gambarnya, maka ada perincian hukum yang lain.


Jombang, 10 Februari 2024
Abu Harits Danang Santoso Al-Jawi

Tidak ada komentar:

Posting Komentar