Hal ini berdasarkan hadits Hafshah Radhiyallahu 'Anha, bahwa Nabi Shallallahu 'Alaihi wa Sallam bersabda:
من لم يبيت الصيام من الليل فلا صيام له
"Barangsiapa yang tidak meniatkan puasa pada malam hari, maka tidak ada puasanya baginya." Hadits ini sahih.
Al-Baihaqi meriwayatkan dari Aisyah Radhiyallahu 'Anha bahwa Nabi Shallallahu 'Alaihi wa Sallam bersabda:
من لم يبيت الصيام قبل طلوع الفجر فلا صيام له
"Barangsiapa yang tidak meniatkan puasa sebelum fajar, maka tidak ada puasanya baginya."
Al-Baihaqi berkata:
قال الدارقطني: إسناده كلهم ثقات.
"Ad-Darqutni berkata: "Sanad mereka semua tsiqah (terpercaya)."Hadits ini bersifat umum tentang syarat meniatkan puasa pada malam hari karena menggunakan kalimat نكرة منفية (isim nakirah yang bersifat meniadakan-pen) yang menandakan bersifat umum.
Namun, terdapat pengecualian untuk puasa sunnah berdasarkan hadits Aisyah Radhiyallahu 'Anha, bahwa Rasulullah Shallallahu 'Alaihi wa Sallam bersabda:
قال لي رسول الله صلى الله عليه وسلم ذات يوم: يا عائشة هل عندكم شيء؟ فقلت: يارسول الله ما عندنا شيء
"Wahai Aisyah, apakah kamu memiliki makanan?"
Aku berkata: "Wahai Rasulullah, kami tidak memiliki makanan."
Rasulullah Shallallahu 'Alaihi wa Sallam berkata: "Kalau begitu, aku berpuasa."
Hadits ini diriwayatkan oleh Muslim.
Tidak sah dikatakan bahwa nafyu (negasi/peniadaan) dalam kalimat "tidak ada puasa" berarti "tidak ada puasa yang sempurna" agar sesuai dengan hadits Aisyah tentang puasa sunnah.
Hal ini karena akan mendahulukan makna majaz daripada pengkhususan (تخصيص).
Pengkhususan lebih diutamakan daripada makna majaz karena mengatakan bahwa yang dinegasikan (nafyu-pen) adalah kesempurnaan adalah makna majaz.
Lebih tepat untuk mengatakan bahwa yang dinegasikan adalah keabsahan puasa.
Hadits ini bersifat umum dan puasa sunnah dikecualikan, sehingga boleh diniatkan sebelum waktu zawal. (sebelum dzuhur-pen)
Niat puasa sunnah tidak sah kecuali sebelum waktu zawal karena dalam hadits disebutkan: "Apakah kalian memiliki makanan?" ("هل عندكم غداء")
Kata "غداء" (ghadha') berarti makanan yang dimakan sebelum waktu zawal.
Niat setelah waktu zawal tidak sah, seperti yang ditegaskan oleh Syafi'i dalam kebanyakan kitabnya pada fase qaul jadid maupun fase qaul qadim.
Wallahu a'lam.
-----------
🔗 Diterjemahkan secara bebas dengan beberapa penyesuaian dari tulisan Syaikh Said al-Jabiry -حفظه الله- (https://t.me/saeed_algabry/4848)
✍️ Alih bahasa oleh Ahmad Reza Lc
🔔 Klik https://linktr.ee/fiqhgram untuk mendapatkan update khazanah fikih Islam dan faedah dari Fiqhgram.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar