Selasa, 14 Mei 2024

MENIMBANG HUKUM TALQIN JENAZAH SETELAH DIKUBUR; DARI SUDUT PANDANG DALIL YANG DIFAHAMI ULAMA 4 MADZHAB

Mentalqin mayit setelah dikuburkan dari sudut pandang fikih Islam, maka kita katakan. bahwa jumhur ulama dari 4 madzhab menyampaikan bahwa hal tersebut adalah sesuatu yang dianjurkan. Hal ini dilandasi beberapa riwayat dari para sahabat, dan diantaranya adalah riwayat dari sahabat Abu Umamah Al-Bahili radhiyallahu anu, bahwa Nabi shallallahu alaihi wa sallam memerintahkan seraya berkata;

إِذَا مَاتَ أَحَدٌ مِنْ إِخْوَانِكُمْ، فَسَوَّيْتُمُ التُّرَابَ عَلَى قَبْرِهِ، فَلْيَقُمْ أَحَدُكُمْ عَلَى رَأْسِ قَبْرِهِ، ثُمَّ ليَقُلْ: يَا فُلَان بْنَ فُلَانَةَ. فَإِنَّهُ يَقُولُ: أَرْشِدْنَا رَحِمَكَ اللهُ، وَلَكِنْ لَا تَشْعُرُونَ، فَلْيَقُلْ: اذْكُرْ مَا خَرَجْتَ عَلَيْهِ مِنَ الدُّنْيَا شَهَادَةَ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللهُ، وَأَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُولُهُ، وَأَنَّكَ رَضِيتَ بِاللهِ رَبًّا، وَبِالْإِسْلَامِ دِينًا، وَبِمُحَمَّدٍ نَبِيًّا، وَبِالْقُرْآنِ إِمَامًا، فَإِنَّ مُنْكَرًا وَنَكِيرًا يَأْخُذُ وَاحِدٌ مِنْهُمْا بِيَدِ صَاحِبِهِ وَيَقُولُ: انْطَلِقْ بِنَا مَا نَقْعُدُ عِنْدَ مَنْ قَدْ لُقِّنَ حُجَّتَهُ، فَيَكُونُ اللهُ حَجِيجَهُ دُونَهُمَا

"Jika salah seorang dari saudara kalian meninggal, maka tatalah tanah di atas kuburnya. Lalu salah seorang dari kalian hendaknya berdiri di sisi kepala kubur sembari berkata; 'Wahai fulan bin fulanah.' Maka mayit akan mengatakan; 'Berikan kami panduan semoga Allah merahmatimu.' Akan tetapi kalian semua yang hidup tidak merasakannya. Lalu hendaknya -pentalqin- mengatakan; 'Ingat, engkau keluar dari dunia dengan dua kalimat syahadat laa ilaha illallahu wa anna muhammadan abduhu wa rasuluhu, dan kau ridho Allah sebagai Rabb, Islam sebagai agama, Muhammad sebagai nabi, Al-Quran sebagai imam.' Maka malaikat Munkar serta Nakir salah satu dari keduanya memegang tanggan mayit dan mengatakan; 'Mari berkumpul bersama orang-orang yang sudah ditalqin hujjahnya.' Maka Allah menjadi hujjah baginya." [HR.At-Thobroni dalam Ad-Du'a dan Mu'jam Kabir, dan selainnya ]


Jika dikatakan, bahwa hadits ini adalah lemah, maka tidak bisa diamalkan ! Maka Imam Nawawi memberikan jawaban tersebut dalam ucapan beliau;

قُلْتُ: هَذَا التَّلْقِينُ اسْتَحَبَّهُ جَمَاعَاتٌ مِنْ أَصْحَابِنَا، مِنْهُمُ: الْقَاضِي حُسَيْنٌ، وَصَاحِبُ (التَّتِمَّةِ) وَالشَّيْخُ نَصْرٌ الْمَقْدِسِيُّ فِي كِتَابِهِ (التَّهْذِيبِ) وَغَيْرُهُمْ، وَنَقَلَهُ الْقَاضِي حُسَيْنٌ عَنْ أَصْحَابِنَا مُطْلَقًا. وَالْحَدِيثُ الْوَارِدُ فِيهِ ضَعِيفٌ، لَكِنَّ أَحَادِيثَ الْفَضَائِلِ يُتَسَامَحُ فِيهَا عِنْدَ أَهْلِ الْعِلْمِ مِنَ الْمُحَدِّثِينَ وَغَيْرِهِمْ. وَقَدِ اعْتُضِدَ هَذَا الْحَدِيثُ بِشَوَاهِدَ مِنَ الْأَحَادِيثِ الصَّحِيحَةِ، كَحَدِيثِ (اسْأَلُوا اللَّهَ لَهُ التَّثْبِيتَ) وَوَصِيَّةُ عَمْرِو بْنِ الْعَاصِ (أَقِيمُوا عِنْدَ قَبْرِي قَدْرَ مَا تُنْحَرُ جَزُورٌ، وَيُقَسَّمُ لَحْمُهَا حَتَّى أَسْتَأْنِسَ بِكُمْ، وَأَعْلَمَ مَاذَا أُرَاجِعُ بِهِ رُسُلَ رَبِّي) رَوَاهُ مُسْلِمٌ فِي (صَحِيحِهِ) وَلَمْ يَزَلْ أَهْلُ الشَّامِ عَلَى الْعَمَلِ بِهَذَا التَّلْقِينِ مِنَ الْعَصْرِ الْأَوَّلِ، وَفِي زَمَنِ مَنْ يُقْتَدَى بِهِ.

"Aku katakan, talqin ini dianjurkan oleh banyak dari para ulama di madzhab kami, diantaranya; Qodhi Husain, penulis kitab At-Tatimmah, Syaikh Nashir Al-Maqdisi dalam kitabnya At-Tadzhib, dan selain mereka. Qodhi Husain menukil pendapat ini dari para ulama madzhab secara mutlak. Dan hadits dalam masalah ini adalah dhoif, akan tetapi hadits-hadits fadhilah amal semacam ini diberikan keringanan oleh para ulama ahli hadits dan selainnya. Dan menguatkan hadits tersebut, syawahid (penguat) dari hadits-hadits yang shahih seperti hadits ((Mintalah keteguhan kepada Allah bagi mayit itu)), serta wasiat Amr bin 'Ash ((Tunggulah di kuburanku seukuran waktu kalian memotong unta hingga dibagikan dagingnya, supaya aku bisa tenang bersama kalian, dan aku mengetahui apa yang aku jawab ketika datang utusan malaikat dari Rabb-ku)) hadits riwayat Muslim dalam shahihnya. Dan para penduduk Syam juga telah mengamalkan talqin ini sejak abad pertama, di zaman manusia yang bisa dijadikan panutan (generasi salaf)." [Roudhotut Tholibin (2/138) ]


Dalam literatur klasik dari semua mazhab pun, kita akan dapati bagaimana mereka juga menganjurkan talqin mayit ini. Dalam madzhab Syafii misalnya, Imam Ar-Rofii mengatakan;

ويستحب أن يلقن الميت بعد الدفن 

"Dan dianjurkan mentalqin mayit setelah dikuburkan." [ Al-Aziz Syarah Al-Wajiz. (5/242) ]


Imam An-Nawawi mengatakan;

وَيُسْتَحَبُّ أَنْ يُلَقَّنَ الْمَيِّتُ بَعْدَ الدَّفْنِ،  فَيُقَالُ: يَا عَبْدَ اللَّهِ ابْنَ أَمَةِ اللَّهِ، اذْكُر مَا خَرَجْتَ عَلَيْهِ مِنَ الدُّنْيَا، شَهَادَةَ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ، وَأَنَّ مُحَمَّدًا رَسُولُ اللَّهِ، وَأَنَّ الْجَنَّةَ حَقٌّ، وَأَنَّ النَّارَ حَقٌّ، وَأَنَّ الْبَعْثَ حَقٌّ، وَأَنَّ السَّاعَةَ آتِيَةٌ لَا رَيْبَ فِيهَا، وَأَنَّ اللَّهَ يَبْعَثُ مَنْ فِي الْقُبُورِ، وَأَنَّكَ رَضِيتَ بِاللَّهِ رَبًّا، وَبِالْإِسْلَامِ دِينًا، وَبِمُحَمَّدٍ - صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ - نَبِيًّا، وَبِالْقُرْآنِ إِمَامًا، وَبِالْكَعْبَةِ قِبْلَةً، وَبِالْمُؤْمِنِينَ إِخْوَانًا.

"Dan disunnahkan mentalqin jenazah setelah dikuburkan, dan mengatakan; 'Wahai hamba Allah anak hamba Allah, ingat kau keluar dari dunia dengan dua kalimat syahadat, dan surga adalah benar, neraka adalah benar, kebangkitan adalah benar, dan kiamat akan datang tidak ragu lagi, dan Allah akan membangkitkan orang dari kuburnya. Dan engkau ridho Allah menjadi Rabb, Muhammad menjadi nabi, Al-Quran menjadi penunjuk, Ka'bah menjadi kiblat, orang mukmin menjadi saudara." [ Roudhotut Tholibin. (2/138) ]


Syaikhul Islam Zakariya Al-Anshori mengatakan;

وقال شيخ الإسلام زكريا الأنصاري في "أسنى المطالب" (1/ 329): [قال بعضهم: وقوله صلى الله عليه وآله وسلم: «لَقِّنُوا مَوْتَاكُمْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللهُ» دليلٌ عليه -أي: على التلقين-؛ لأن حقيقة الميت: مَن مات، أما قبل الموت -أي: وهو ما جرى عليه الأصحاب كما مر- فمجازٌ] اهـ.

"Sebagian ulama mengatakan, bahwa hadits Nabi shallallahu alaihi wa sallam ((Talqinlah orang yang mati diantara kalian dengan kalimat laa ilaaha illallahu)) menjadi dalil pensyariatan talqin (setelah meninggal -edt) karena kata mayyit secara asal bahasa adalah orang yang sudah mati. Adapun talqin sebelum meninggal -dan ini pendapat ulama Syafiiyyah- maka kata mayyit dimaknai secara majaz." [ Asna Al-Matholib. (1/329) ]


Bahkan Al-Hafidz As-Sakhowi As-Syafii menulis kitab khusus dalam masalah ini dengan judul Al-Idhoh wa At-Tabyiin bi Masalah At-Talqin (hal.185), beliau mengatakan setelah menyebutkan penguat-penguat terhadap hadits talqin mayit setelah mati dan sah beramal dengan hadits tersebut; 

فهذه أحد عشر عاضدًا يعتضد بها حديثُ أبي أُمامة رضي الله عنه، وتُقوِّي الاستدلال به على استحباب التلقين

"Maka ini adalah 11 penguat yang menguatkan hadits Abu Umamah radhiyallahu anhu, dan memperkuat sisi pendalilan dengannya untuk keanjuran talqin mayit."


Adapun dari kalangan ulama bermadzhab Hanafi, maka diantaranya adalah Imam Abu Ishaq As-Shoffar Al-Hanafi (w.534 H) dalam kitabnya Talkhis Al-Adillah li Qowaid At-Tauhid mengatakan; 

قول المعتزلة: التلقين لا يكون بعد الموت؛ لأن الإحياء بعد الموت عندهم مستحيل، ويؤولون التلقين الذي في الحديث على التلقين عند الموت، وعند أهل السنة والجماعة هذا الحديث محمول على حقيقته؛ لأنه الله تعالى يحييه، على ما جاءت به الآثار

"Ucapan orang-orang Mu'tazilah bahwa talqin tidak berlaku setelah kematian, karena sisi hidup setelah kematian jenazah menurut mereka adalah kemustahilan. Dan mereka mentakwil talqin yang ada dalam hadits, itu dilakukan sebelum mati. Adapun ahlussunnah wal jamaah, memandang hadits tersebut berlaku sesuai hakikat lafadz (setelah mati -edt) karena Allah berkuasa untuk menghidupkannya, sebagaimana ada dalam riwayat-riwayat."


Juga Al-Allamah As-Syaranbalaaliy Al-Hanafi (w.1069 H) juga mengatakan dalam kitabnya Marooqi Al-Falaah (hal.560); 

(وتلقينُه) بعدما وُضع (في القبر مشروعٌ)؛ لحقيقة قوله صلى الله عليه وآله وسلم: «لَقِّنُوا مَوْتَاكُمْ شَهَادَةَ أن لَا إلَهَ إلَّا الله» أخرجه الجماعة إلَّا البخاري، ونُسِبَ إلى أهل السنة والجماعة، (وقيل: لا يُلَقَّنُ) في القبر، ونُسِب إلى المعتزلة

"Dan mentalqin jenazah setelah diletakkan dalam kubur adalah disyariatkan. Sesuai hakikat sabda Nabi shallallahu alaihi wa sallam ((Talqinlah mayat kalian dengan syahadat laa ilaaha illallahu)), hadits diriwayatkan oleh banyak ahli hadits kecuali Bukhari. Dan pendapat ini dinisbatkan sebagai pendapat ahlussunnah wal jamaah. Dan ada yang berpendapat, tidak disyariatkan talqin setelah dikubur, dan ini dinisbatkan kepada Mu'tazilah."


Adapun dari ulama madzhab Maliki, diantaranya adalah Imam Abu Bakr bin Al-Arobi Al-Maliki dalam kitabnya Al-Masalik fi Syarh Muwattho' Malik (3/520), mengatakan; 

إذا أُدخِل الميتُ قبرَه فإنه يُستَحَبُّ تلقينه في تلك الساعة، وهو مستحَبٌّ، وهو فعل أهل المدينة والصالحين والأخيار؛ لأنه مطابق لقوله تعالى: ﴿وَذَكِّرْ فَإِنَّ الذِّكْرَى تَنْفَعُ الْمُؤْمِنِينَ﴾

"Ketika jenazah diletakkan di kuburnya, dianjurkan untuk mentalqin ketika itu, dan ini dihukumi sunnah. Dan hal ini adalah amal penduduk Madinah serta orang-orang sholih dan terpilih. Karena hal ini sesuai dengan firman Allah Ta'ala {Dan berilah peringatan, sungguh peringatan bermanfaat bagi orang beriman}."


Adapun dari ulama madzhab Hanbali, diantaranya adalah Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah dalam kitabnya Iqtidho As-Shirothol Mustaqim (2/179) mengatakan;

ورُوِيَ في تلقين الميت بعد الدفن حديثٌ فيه نظر، لكن عمل به رجال من أهل الشام الأولين، مع روايتهم له، فلذلك استحبَّه أكثر أصحابنا وغيرهم.

"Dan diriwayatkan dalam masalah talqin setelah pengkuburan satu hadits yang perlu diteliti ulang kualitasnya, akan tetapi hal ini sudah diamalkan oleh penduduk Syam di masa-masa awal Islam, juga diriwayatkan oleh mereka. Oleh karenanya banyak dari ulama madzhab kita dan selainnya menganjurkan hal tersebut."

***

Sebagian ulama berpendapat, bahwa talqin mayit setelah mayit tidak disyariatkan bahkan sampai pada tingkatan bid'ah. Ini diutarakan diantaranya oleh Amir As-Shon'ani. Dalam kitabnya Subulus Salam Syarah Bulughul Maram (1/502);

وَيَتَحَصَّلُ مِنْ كَلَامِ أَئِمَّةِ التَّحْقِيقِ أَنَّهُ حَدِيثٌ ضَعِيفٌ وَالْعَمَلُ بِهِ بِدْعَةٌ وَلَا يُغْتَرُّ بِكَثْرَةِ مَنْ يَفْعَلُهُ

"Maka kesimpulan dari ucapan para ulama tahqiq (peneliti), bahwa ini adalah hadits dhoif dan mengamalkannya adalah kebid'ahan, maka janganlah tertipu dengan banyaknya manusia yang mengamalkannya."


Hal ini pun diikuti oleh sebagian ulama kontemporer, diantara Syaikh Abdul Aziz bin Baz, dalam Majmu'  Fatawa wa Maqolat (12/306) mengatakan;

بدعة وليس له أصل، فلا يلقن بعد الموت وقد ورد في ذلك أحاديث موضوعة ليس لها أصل، وإنما التلقين يكون قبل الموت

"(Hal itu) bid'ah tidak ada landasannya, maka tidak boleh talqin setelah kematian. Dan ini pun ada riwayat hadits-hadits yang maudhu' (palsu) tidak ada asal-usulnya. Yang benar talqin itu dilakukan sebelum kematian."


Demikian juga diikuti oleh Syaikh Utsaimin, Syaikh Al-Albani dan beberapa ulama lainnya.

***

Kesimpulan pribadi dalam hal, bahwa permasalahan talqin mayit setelah dikubur ini adalah murni khilaf fikih yang mu'tabar. Maka yang mengamalkan sudah sesuai dengan dalil dan pemahaman terhadap dalil oleh para ulama besar. Demikian juga yang tidak mengamalkan, maka hal itu juga tidak dipermasalahkan karena mengikuti pendapat sebagian kecil dari para ulama. Dan memang, dalil dalam masalah ini masuk dalam ranah yang debatable (sangat mungkin untuk diperdebatkan). Wallahu ta'ala a'lam.


Jombang, 15 Mei 2024

Abu Harits Danang Santoso

***

Klik https://linktr.ee/fiqhgram untuk mendapatkan update khazanah fikih Islam dan faedah dari Fiqhgram.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar