Rabu, 21 Agustus 2024

MADZHAB & MENGIKUTI DALIL

Mazhab-mazhab fiqh secara umum – dan mazhab Syafi’i secara khusus – didasarkan pada dalil syar’i secara asalnya, baik dari Al-Qur’an, Sunnah (baik yang manthuq maupun mafhum), Ijma’ (konsensus), Qiyas (analogi), Istishab (prinsip kontinuitas hukum), dan dalil-dalil lainnya.


Pernyataan bahwa mazhab-mazhab ini hanya didasarkan pada pendapat pribadi dan bertentangan dengan dalil adalah fitnah terhadap para Imam Islam, ulama syariah, dan ahli fiqh. 


Namun, memang ada beberapa mazhab yang dalam beberapa masalah menyelisihi sebagian hadits yang shahih, 


karena mereka berpegang pada dalil lain dari pemahaman sebuah ayat atau hadits lain yang mereka anggap lebih kuat. 


Ini adalah sesuatu yang lumrah dalam sifat manusia, sedangkan bersifat adil sangatlah langka.


Tidak ada satu mazhab pun yang para pengikutnya mengklaim bahwa mereka pasti benar secara mutlak dan bahwa pihak yang berbeda pendapat pasti salah sepenuhnya. 


Hal ini terkenal dari perkataan Imam asy-Syafi’i: 

“Pendapatku benar, namun mungkin saja salah; dan pendapat orang lain salah, namun mungkin saja benar.”


Imam al-Balkhi dari mazhab Hanafi berkata: 

“Seorang faqih tidak seharusnya meyakini bahwa pendapat para ulama kita pasti benar dan pendapat yang berbeda pasti salah. Seorang mujtahid dapat benar dan juga dapat salah.”


Mempelajari masalah-masalah yang diakui kebenarannya dan sesuai dengan dalil adalah tujuan tertinggi, karena menggabungkan antara kebenaran dalil dan kekuatan hujjah. 


Hal ini, dengan puji syukur kepada Allah, adalah hal yang dominan dalam masalah-masalah fiqh yang tertuang dalam kitab-kitab dan bab-bab, baik dalam mazhab-mazhab secara umum maupun dalam mazhab Imam asy-Syafi’i – yang dijuluki sebagai Nashir al-Sunnah – secara khusus.


Telah diriwayatkan dari asy-Syafi’i bahwa beliau berkata: 

“Jika hadits itu shahih, maka itulah mazhabku.” 


Imam al-Juwayni berkata: 

“Prinsip asy-Syafi’i adalah mengikuti hadits.”


Bahkan, kita menemukan Syah Waliullah ad-Dihlawi dari mazhab Hanafi mengatakan dalam risalahnya al-Inshaf: 

“Adapun mazhab asy-Syafi’i:

 1. Ia adalah mazhab yang paling banyak memiliki mujtahid mutlak dan mujtahid dalam mazhab.

 2. Ia adalah mazhab yang paling banyak memiliki ulama ushul dan ahli kalam.

 3. Ia adalah mazhab yang paling kaya dalam menafsirkan Al-Qur’an dan menjelaskan hadits.

 4. Ia adalah mazhab yang paling kuat dalam sanad dan riwayat.

 5. Ia adalah mazhab yang paling kokoh dalam menjaga teks-teks Imam.

 6. Ia adalah mazhab yang paling jelas dalam membedakan antara pendapat Imam dan pendapat murid-muridnya.

 7. Ia adalah mazhab yang paling banyak memperhatikan penentuan pendapat yang lebih kuat di antara berbagai pendapat.


Semua ini tidak tersembunyi bagi siapa saja yang mendalami dan mempelajari mazhab-mazhab, dan pada masa awal, pengikut-pengikutnya adalah para mujtahid dengan ijtihad mutlak, di mana tidak ada seorang pun dari mereka yang menirunya dalam semua ijtihadnya, 


hingga muncul Ibnu Syuraih yang mendirikan kaidah-kaidah taqlid dan penggalian hukum, kemudian para pengikutnya mengikuti jejaknya dan meneladaninya. 


Oleh karena itu, ia dianggap sebagai salah satu ulama penting pada abad kedua Hijriyah, dan Allah Maha Mengetahui.


 8. Tidak dapat disangkal bahwa materi mazhab asy-Syafi’i yang terdiri dari hadits-hadits dan atsar telah ditulis dan tersebar luas serta banyak dikaji. 


Hal seperti ini tidak terjadi pada mazhab lain.”


Namun, masih ada beberapa masalah yang sangat sedikit di mana pendapat muktamad dalam mazhab bertentangan dengan dalil yang shahih – dan hal ini diakui oleh para ulama mazhab. 


Lalu, apa manfaat mempelajari masalah-masalah ini berdasarkan pendapat yang diandalkan dalam mazhab?


Kita mempelajarinya untuk mengetahui bahwa pendapat tersebut adalah pendapat dari sekelompok fuqaha dan para imam mazhab. 


Ketika kita mendapati seseorang yang berpendapat demikian, kita tahu bahwa ia memiliki pendahulu dari kalangan ulama dan imam.


Kita juga mempelajarinya untuk mengetahui bahwa dalam masalah-masalah ini, pendapat muktamad dalam mazhab bertentangan dengan yang tampak dari sebagian dalil. 


Namun, mereka tidak menyelisihinya secara sembarangan, melainkan mereka berpegang pada dalil lain yang menurut mereka lebih kuat karena alasan tertentu. 


Oleh karena itu, kita memberikan uzur kepada para fuqaha yang mulia ini, dan kita memuji Allah atas karunia dan petunjuk-Nya.


Imam al-Qarafi dalam syarahnya terhadap Tanqih al-Fushul berkata: 

“Tidak ada seorang ulama pun kecuali ia telah menyelisihi banyak dalil dari Kitab Allah dan Sunnah Nabi-Nya صلى الله عليه وسلم, namun dalil yang berlawanan lebih kuat menurut mereka daripada dalil yang mereka tinggalkan.”


Alasan-alasan mengapa mazhab-mazhab terkadang menyelisihi hadits adalah hal yang telah dikenal dan disebutkan oleh para ulama. 


Di antaranya adalah: 

1️⃣ Berpegang pada hadits mursal menurut kalangan Maliki, 

2️⃣ Menyangka keabsahan hadits yang lemah, 

3️⃣ Menguatkan sebagian hadits atas sebagian yang lain meskipun memungkinkan untuk menggabungkannya, dan lain sebagainya.


***

📚 Sumber:

Madkhal Ilal Mutun Fiqhiyah ‘Inda Saadatus Syafiiyah, Syaikh Abdurrahman bin Muhammad Nurudin


Oleh Ahmad Reza Lc

Pengasuh Fiqhgram

t.me/fiqhgram


🔗 Ingin belajar fikih Islam secara berjenjang dari satu kitab ke kitab berikutnya ❓ Bergabunglah di Akademi Fiqhgram

📲 t.me/akademifiqhgram2


#madzhab #madzhabsyafii #tsaqofah #faedah

Tidak ada komentar:

Posting Komentar