Jumat, 23 Agustus 2024

PENDAPAT-PENDAPAT LEMAH DALAM MADZHAB


Di sini muncul pertanyaan:

Diketahui secara luas di kalangan ulama bahwa mengikuti pendapat yang lebih kuat (rajih) adalah wajib.

Lalu, apa manfaatnya menyebutkan pendapat-pendapat yang tidak diandalkan atau yang lemah dalam mazhab?

Ada beberapa manfaat dalam mengetahui pendapat-pendapat ini.

Salah satu yang paling menonjol adalah bahwa pendapat-pendapat ini menjadi bahan untuk belajar fiqh dan melatih calon faqih (ahli fiqh).

Mengandalkan satu pendapat saja mungkin dapat menyebabkan kekakuan dalam pemahaman.

Tentang hal ini, Tajuddin al-Subki dalam Thabaqat al-Kubra mengatakan:

“Ketahuilah bahwa inilah yang bisa membuat seorang faqih kehilangan kemampuannya;

yaitu hanya terbatas pada pendapat yang digunakan dalam fatwa.

Jika seseorang tidak mengetahui ilmu perbedaan pendapat (khilaf) dan dasar-dasarnya, ia tidak akan menjadi faqih sampai unta masuk ke lubang jarum.

Ia hanya akan menjadi seorang perawi yang membawa fiqh kepada orang lain tanpa kemampuan untuk menggali hukum dari kasus baru yang ada atau untuk menganalogikan yang akan datang dengan yang sekarang, atau untuk menyamakan yang hadir dengan yang tidak ada.

Kesalahan akan cepat mendatanginya, kekeliruan akan sering bertumpuk padanya, dan pemahamannya terhadap fiqh akan semakin jauh.”

Dengan memahami pendapat-pendapat yang berbeda, seorang calon faqih dapat mengembangkan kemampuan dalam penelitian dan perenungan.

Ia akan mempertimbangkan: Mengapa Imam al-Ghazali, misalnya, memilih pendapat ini?

Mengapa ia lebih mengutamakan pendapat ini daripada yang dinyatakan secara eksplisit (manshush)?

Apa dalil al-Nawawi dalam menyelisihi mayoritas ulama mazhab dan memilih pendapat yang diadopsi oleh mazhab Maliki?

Dan seterusnya.

Mengetahui pendapat-pendapat dan pandangan-pandangan ini akan menimbulkan pertanyaan ilmiah pada diri calon faqih dan mendorongnya untuk meneliti dasar-dasar dan alasan-alasan di balik pendapat-pendapat ini, serta sejauh mana kesesuaiannya dengan kaidah-kaidah mazhab dan prinsip-prinsip yang dipegang oleh imam mazhab tersebut.

Selain itu, diperbolehkan untuk mengamalkan pendapat-pendapat yang lemah dalam mazhab untuk diri sendiri, bahkan dalam beberapa kasus, diperbolehkan juga berfatwa dengan pendapat tersebut, sebagaimana yang ditegaskan oleh sebagian ulama.

Namun, mereka mensyaratkan bahwa pendapat tersebut tidak boleh terlalu lemah atau jelas-jelas rusak, seperti yang bertentangan dengan pendapat yang shahih dan yang masyhur.

Kebutuhan seorang faqih untuk mengetahui pendapat-pendapat ini sangat jelas dan tidak dapat diabaikan.

***
📚 Sumber:
Madkhal Ilal Mutun Fiqhiyah ‘Inda Saadatus Syafiiyah, Syaikh Abdurrahman bin Muhammad Nurudin

Oleh Ahmad Reza Lc
Pengasuh Fiqhgram
t.me/fiqhgram

🔗 Ingin belajar fikih Islam secara berjenjang dari satu kitab ke kitab berikutnya ❓ Bergabunglah di Akademi Fiqhgram
📲 t.me/akademifiqhgram2

#madzhab #madzhabsyafii #tsaqofah #faedah #faedahkitab

Tidak ada komentar:

Posting Komentar